the barking wolf

the barking wolf
not a lone wolf

Senin, 25 September 2017

Your Silent Spell (Cenungku)

Untuk kali pertama aku menatapmu
dalam 13 tahun
dan merasakan debaran yang selama ini kulewatkan.

Sering, dalam benakku, lebih mudah mengabaikan apa yang hatiku inginkan
daripada harus mengincip sejenak kecewa
yang dalam hitungan detik saja bisa memusnahkan kenangan-kenangan bahagia.


Kadang kupikir lebih baik kupekakkan ini telinga
daripada mendengar ketukan-ketukanmu pada pintuku
Betapa harapan baru itu sepoi yang menipu
yang meninabobokanku dalam mimpi di awal tidur panjang
yang kemudian berubah jadi kisah pilu
dan terwujud saat mataku terbuka
Pada tanya yang tak terjawab
dan ingatan tentang punggung perempuan yang berlari meninggalkanku
Pada aroma kopi yang kau dan dia cintai
Pada ruang yang kau dan dia inginkan untuk diri sendiri.

Pada ramainya konversasi di balik pintu
di sini, aku termangu dan mengerti kini
hanya aku yang tak memiliki itu kunci.

Kamis, 07 September 2017

Godspeed, Oom B

Hidup ini sepi tapi kematian itu sunyi
tanpa perpisahan
dari Ayah yang tak bisa lagi mendekap anak perempuannya dengan kehangatan...

Minggu, 23 Juli 2017

Bapak Pulang

Ketika Ibu tak lagi dijadikan rumah bagi Bapak
perjalanannya berikutnya adalah telisik rindu kami
yang semoga berbuah lebih manis dari madu
seperti berbotol-botol oli lindap di tangki sepeda Suzukinya yang butut --yang selalu kudengar cerita tentangnya lewat Ratna--
mencegah harapan terbakar habis.

Di kilometer tujuh dua ia pulang,
dengan seluruh tabungan ia beli satu tiket perjalanan pergi.
Sambil menangis aku merajuk, "Pulang, Bapak. Pulang..."
dengan bibir beku ia menjawab, "Bapak pulang."
Pulang yang tak lagi tentang rumah Ibu
aku yakin Bapak pulang tak lagi ke rumah Ibu
ia bangun dari mimpi yang sebentar.

Tak ada deja vu
pada perunggu yang tumpah di langit November
mulut yang mengajariku membaca kitab Tuhan kini tak lagi mampu mendoakanku
tangan yang merekam berlembar-lembar keagunganNya tak bisa lagi menuliskanku ilmu
kukira selama ini pulang cumalah tentang Ibu.

Kini aku mengerti
sesungguhnya pulang tak pernah tentang rumah Ibu.

Jumat, 30 Juni 2017

Ulasan Novel Highland Fling dan Flinging It

Lagi hobi baca-baca novel lesbian yang dilematis. Bukan dilematis yang patut dikasihani, sih. Sebab ini dilema terkait kata fling, kasarnya: selingkuh.


Highland Fling oleh Anna Larner merupakan novel debut untuk sang pengarang. Bercerita tentang Eve yang punya kekasih idaman jadi nyata: berusia lebih tua, punya mobil tipe tertentu, dengan rambut model tertentu tapi tentu saja tanpa bonus kejutan besar di balik semua itu.

Moira, sang perempuan idaman Eve, sebenarnya patut mendapatkan empati. Bisa jadi merupakan cerminan banyak perempuan Indonesia yang murni lesbian, namun terjerat oleh pesan-pesan moral orang 'normal' dan situasi serta kondisi. Ketika tiba masa dia jatuh cinta, mendadak seluruh tanggung jawab yang dia pikul menjadi asing dan ingin dia tanggalkan.

Dengan latar Skotlandia, negeri para Highlander, Larner membawa kita pada kisah cinta yang ringan dan mengalir dengan wajar. Meski perbedaan usia membuatku merasa bahwa ke depannya hubungan mereka bisa menyakitkan, Larner mampu mempertemukan kedua tokoh pada kompromi yang logis. Memang sesuai dugaan awal yaitu terburu-buru dalam kebersamaan, tapi Eve dan Moira memang sedari awal digambarkan mempunyai kehangatan yang satu arah dan walau Eve masih mempunyai impulsivitas yang menakutkan, Moira dengan waktu bisa mengimbanginya atau malah bisa menghidupkan antusiasme dan keremajaan dalam diri Moira yang telah lama hilang. Aku suka cara Larner membangun konflik dalam diri Moira saat Eve datang ke Newland kali kedua. Apik dan halus.

Jujur, aku menangis berkali-kali saat membaca highland Fling. Aku, somehow, tak bisa melepaskan novel ini dari bayangan film Carol. Bagiku ini adalah versi modern dari film Carol. Novel ini sangat perempuan dan aku tak bisa menahan antusiasme untuk membayangkan novel ini diangkat ke layar lebar dengan latar Skotlandia yang menawan.

Sebenarnya aku ingin mengintip kelanjutan cerita Eve dan Moira tapi novel ini kemungkinan besar takkan memiliki sekuel. Sekedar tips, bagi penyuka novel Inggris (UK) barangkali novel ini tidak terlalu 'Inggris' tapi ada beberapa istilah yang aku musti buka kamus untuk tahu arti sebenarnya apa.

Buku ini barangkali bukan favorit banyak orang, tapi bagiku buku ini ditulis dengan peka dan indah. Dialog antar karakter disajikan dengan apik. Gambaran Larner tentang Skotlandia, terutama Highland, membuatku ingin serta merta mengunjunginya. Sementara orang-orang mungkin lebih suka pada karakter Eve yang pemalu, lovely, sekaligus berani, aku langsung jatuh hati pada Moira yang lembut, hangat dan penuh privasi.

Moira dan Eve jelas dua karakter yang berbeda. Dari dua dunia yang berbeda. Dari ketinggian yang berbeda. Larner menjelaskan kedua tokoh dengan baik, begitu pula dengan persahabatan Eve dan Rox. Cerita berjalan dengan mulus, tanpa aku bisa berhenti membaca, dengan kejutan yang membuatku berkali-kali menangis. Somehow I really drowned in Moira's privacy and knew exactly just what Eve felt to be left outside alone. Untukku yang punya hubungan selama tujuh tahun dengan orang yang terlihat ramah, easy going namun penuh privasi, 'mendobrak' dinding Moira terasa terlalu cepat. Atau mungkin aku memang bukan 'the right one' seperti Eve.

Buku ini berbeda, itu pendapatku, dari romansa lesbian kebanyakan. Tapi tentu saja tetap berakhir bahagia.

Favorite quotes: "It was magical --being with you." -Eve.


Flinging It oleh G. Benson ini merupakan novel Australia. Istilah Australia tak banyak ada dalam novel ini (ini agak sok tahu ya karena aku belum banyak baca novel Australia sebelumnya), jadi selain latar seperti nama kota, novel ini tak banyak beda dari novel keluaran Amerika (maklum, aku kuper banget kalau masalah buku, bacaannya buku Amerika melulu). Tentu saja dalam hatiku, karena ini novel Australia, berharap ada Indonesia disebut-sebut karena kedekatan geografis. Dan, gayung bersambut, Indonesia memang ada di sini walau salah menyebut 'merah' dengan 'mereh'.

Novel ini, seperti novel Benson sebelumnya, berlatar belakang medis. Cora, salah satu tokoh utama, berprofesi sebagai petugas sosial dalam rumah sakit yang tokoh lainnya adalah kepala bidan bernama Frazer.

Cora, istri bos Frazer, merasa terjebak dalam pernikahan yang tak lagi ada cinta, membutuhkan teman sungguhan dan teman 'tidur'. Secara emosional lelah oleh perilaku suaminya dan mulai melakukan selingkuh emosional dan seksual.

Sulit sebenarnya empati pada tokoh pada buku ini namun memang ini gambaran yang lumrah didapati pada kehidupan lesbian di atas umur tiga puluh. Kalau tidak selingkuh ya jadi selingkuhan.

Mungkin ini saja ulasan bukuku di Bulan Juni. Toh aku masih suka berkutat di bukunya Gerri Hill: One Summer Night dan No Strings. Dan untuk kesekian kalinya membaca kembali Highland Fling.

Selasa, 09 Mei 2017

Why Lovers Get Hurt

Sering kali aku ditanya, “Apa yang membedakan cinta sejati dari cinta lainnya?” Jawaban awalku adalah “kontrol diri.”

Hanya sedikit pasangan kekasih yang bisa menghadapi cobaan dari diri sendiri untuk tahunan yang panjang. Banyak pasangan kekasih punya bekal untuk cinta abadi, tapi kontrol diri yang tidak dikuasai dengan baik perlahan membuat perjalanan cinta dilanda kebosanan atau tiba-tiba merasa diri jatuh cinta/sangat tertarik pada orang lain.

Belajar mengontrol diri sendiri, sayangnya, merupakan kebutuhan pokok untuk cinta dalam bentuk apapun. Cinta dalam persahabatan, cinta antara dua insan, cinta orang tua dan anak, cinta terhadap pekerjaan dan karir, semua tak luput dari naik turun suasana perasaan, kondisi keuangan, afek seperti komunikasi dan toleransi. Kata ‘cinta’ merangkum banyak hal di dalamnya, membuat orang yang dimabuk cinta tak memiliki tanda pasti jatuh cinta karena curahan hati (curhat) yang timbul bisa saja satu emosi negatif atau emosi positif.

Berdasarkan survey awur-awuran dari curhat berkepanjangan pada admin, separuh dari lesbian mengalami permasalahan kontrol diri. Dari tiga sub-grup lesbian yang paling dikenal, 33% dari lesbian dalam grup butch, 33% grup femme, 33% androgini mengalami setidaknya satu kali kehilangan kontrol diri yang memporak-porandakan hubungan cinta mereka. Lebih dari separuhnya mendatangi via koneksi data, website-website lesbian atau tergabung atau berteman dengan sesama lesbian. Sering terjadi jalinan cinta yang tidak mendidik diri ataupun pasangan, sesama lesbian menikung lesbian lain, atau problematika sosial terjadi karena kurangnya kontrol terhadap diri sendiri.



THE PERILS OF TOLERANCE

Alasan nomor satu dari sulitnya kontrol diri adalah toleransi yang terlalu longgar terhadap kesalahan diri, atau kesalahan orang yang dicintai, yang bisa berupa terlalu cepat memaklumi atau melakukan pembiaran terhadap  kesalahan yang sering terjadi.

Kita membatasi toleransi berlebihan ini pada masing-masing pasangan. Banyak lesbian yang baru putus ditanya, “Apa perbedaan yang akan kamu lakukan untuk kisah cinta berikutnya?” Mereka kebanyakan menjawab, “Akan memperbaiki diri dan lebih mengenal calon pasangan lagi sebelum memutuskan jalan bersama,” tanpa menyadari bahwa pernyataan satu berkebalikan dengan pernyataan kedua. Satu mereka percaya orang bisa berubah dan dua, mereka percaya orang tidak akan berubah.


MEMBACA TANDA DAN MEWASPADAI LUKA

Seperti tubuh atlet, hati sepasang kekasih juga rentan cedera. Nyatanya sepasang kekasih harusnya bisa membedakan cedera yang perlu dengan cedera yang tak perlu. Sepasang kekasih sering mngartikan bahwa semakin pasrah terhadap pasangan maka cinta itu semakin dalam. Sebenarnya dalam kamus cinta sejati, tidak ada keinginan untuk menyakiti, bahwa sepasang kekasih membantu satu sama lain dalam berbagai hal. Ketika pasangan bertindak sesuka hati terhadap hal yang tidak kita setujui dan mengesampingkan peran kita adalah tanda bahaya yang musti dikenali, untuk kemudian kita putuskan apakah hal permasalahan tersebut perlu kita waspadai atau tidak.
Satu sisi kita harus melakukan kontrol diri terhadap prasangka kita, di sisi lain kita harus mengkoreksi apa kira-kira yang membuat pasangan bersikukuh demikian. Hal ini tentu perlu kontrol diri dalam komunikasi baik dengan verbal maupun bahasa tubuh.


SEMUA BERAWAL DARI NIAT, TAPI SIKAP KONSISTEN TERHADAP NIAT JUGA HARUS DIPELIHARA


Niat baik jelas dimiliki kebanyakan sepasang kekasih saat memulai hubungan. Namun apakah diiringi dengan sikap yang konsisten terhadap niat itu adalah pekerjaan rumah yang harus dijawab masing-masing individu sebagai bekal mawas diri.


PASTIKAN HUBUNGAN CINTA BUKAN SEKEDAR PAS KEBUTUHAN

Jadi, seorang lesbian pernah gagal dalam percintaan -atau seorang perempuan baru menyadari bahwa dirinya lesbian lalu ingin untuk kali pertama menjalin relasi dengan sesama perempuan- berikutnya apa?

Aku punya dua kriteria untuk pemilihan pasangan (bukan untuk menjadi tolak ukur yang bisa diterapkan di siapa saja): satu, ada dalam hubungan dengan pasangan itu suatu kondisi tawar menawar dan dua, poin nomor satu dilakukan dengan jujur dan terbuka. Tentu ada hal-hal spesifik lain yang dibutuhkan dan berbeda antara satu perempuan dengan perempuan yang lain.


PASANGANMU BUKAN GIGI TONGOS YANG KAMU SIBUK BIKIN PAGAR UNTUK MENCEGAH GERAK-GERIKNYA, KAMU JUGA JANGAN BERSIKAP SEPERTI GIGI TONGOS

Sering cemburu punya mata pisau bersisi dua, melukai dirimu dan pasanganmu. Pasangan yang tak bisa membatasi diri juga akan merubah hubungan cinta menjadi tidak menyenangkan, boro-boro pingin cinta sejati kalau suka tebar pesona sana-sini.


SAAT KALIAN MEMANG PERLU JEDA

Pastikan jeda yang kalian butuhkan memang untuk kebaikan kalian berdua, bukan untuk membuat salah satunya merasa lebih bebas atau merasa lebih nyaman. Pasangan yang baik, yang tentu dibutuhkan untuk perjalanan menuju cinta sejati, akan membantumu merancang dan menerapkan masa depan. Dia akan menyediakan ruang dan waktu untukmu tumbuh di luarnya dan sebagai kualifikasi, kisah cinta dia dan mantannya bisa kamu jadikan satu wacana pembelajaran (walau ini sangat tergantung dengan siapa yang mengisahkan cerita).


Coba telaah kembali hubungan kalian saat menjalani jeda, apa yang ingin kalian rubah, atau kalian kompromikan. Berhati-hatilah dalam memberi toleransi. Pastikan kalian berdua memahami tujuan yang ingin kalian capai berdua sebelum memutuskan lepas atau terus. Membuat orang yang kita cintai merasa aman, nyaman dan bahagia bersama kita adalah kewajiban bagi seorang kekasih, jika ada ketimpangan maka apakah cocok disebut separuh jiwa?

Kamis, 04 Mei 2017

Ulasan Novel Lesbian No Strings Karya Gerri Hill

No Strings merupakan novel lesbian keluaran tahun 2009 oleh penerbit bella Books, dan merupakan satu dari beberapa buku (lebih tepatnya buku elektronik) favoritku bulan lalu.

Dengan latar belakang lake City, petugas hutan M. Z. Morgan bertemu kali pertama dengan kepala polisi Reese Daniels dalam sebuah bar. Reese yang merupakan petugas pindahan melirik Morgan, yang bukan hanya sesama --tapi juga satu-satunya yang jomblo-- lesbian di kota terpencil itu, dan mengajukan tawaran untuk melewati musim dingin bersama sebagai pasangan seks, bukan pasangan sungguhan. Tertarik dengan Reese, Morgan menyanggupinya dengan dua syarat, tidak ada ciuman (bibir) dan tidak boleh ada yang tahu.


Tentu tidak ada rahasia yang bisa tetap terjaga di kota kecil yang kriminalitasnya nyaris nol. Warganya guyup, semua orang saling kenal. Dan Reese dan Morgan sudah direstui untuk bersama, sebelum keduanya tidur seranjang, oleh bos, sekretaris, pegawai bar, dan teman-teman dekat. Akankah hubungan mereka berlanjut setelah November berlalu yang artinya Reese akan dipindahtugaskan lagi?

Rasa hangat dari pembicaraan orang-orang yang peduli terpancar di percakapan yang disusun Gerri Hill, terlepas dari latar salju di sampul buku. Sepasangan lesbian yang salah satunya suka menggoda perempuan yang menarik hatinya membuat buku ini menyenangkan kubaca, beberapa pembaca yang suka bacaan segar dan berakhir bahagia akan menyukai buku-buku karya Gerri Hill seperti One Summer Night atau Behind the Pine Curtain. judul lain yang bisa dinikmati seperti Snow Falls yang merupakan sekuel dari No Strings tapi memfokuskan pada pasangan yang berbeda, serial Hunter, Love Waits dan masih banyak lagi.

Sabtu, 18 Maret 2017

March: the Sad Month?

Just four hours ago, seorang teman meninggal dunia.

Beberapa minggu lalu, bapaknya Jacque meninggal dunia.

Tak ingin menjadikan bulan ini satu ingatan kesedihan, tapi berita yang sampai bulan ini begitu menghancurkan hati.

Senin, 06 Maret 2017

The Night Before I Go

Hujan bertebaran di atas payung kami malam itu sebelum kami tiba di hunian.

"Menurutku semua itu tergantung dari di mana fase kita hidup. Saat masih sekolah, mengorbankan cinta sah-sah saja. Atau untuk keluarga," ujarnya dengan logika yang membuatku menelan ludah sendiri.

Jauh di dasar hatiku, diksi yang dia pilih membuatku terluka.

Keluarga? Siapakah baginya keluarga itu?

Setahun menantinya. Tujuh tahun bersama. Hanya kepalaku semakin menunduk menyembunyikan airmata.

You must go and I must let go

Sia-sia mengharapkannya mengerti. Napasku kian pendek sebab dalam ruangan dengannya dia sediakan sedikit nitrogen, karena dia percaya manusia seperti aku hanya menghirup oksigen. Sikap cinta itu membuat paruku digerogoti penyakit. Kesadaranku menurun hingga aku tak sanggup menggerakkan bibir untuk membalas ucapan cintanya. Namun dia begitu kuinginkan hingga apapun akan kutempuhi.

Apakah aku akan senantiasa menjawab kritisi ini seorang diri? Sebab kuajukan berkali-kali dan dia hanya tertawa, seolah berapa lamapun aku bersamanya aku takkan pernah menjadi bagian yang dia sebut sebagai keluarga. Apakah diam dapat memanjangkan umur kebersamaan kami? Mengapa aku merasa seolah aku hanya satu benang merah yang dapat dia tanggalkan sewaktu-waktu?

Sewaktu-waktu dia harus memilih antara cinta atau keluarga.

Sewaktu-waktu seperti keesokan hari, saat aku dipindahtugaskan di luar kota kami sekarang bersamaan dengan sekelompok kolega.

"Kita masih muda. Kita masih punya waktu bersama lagi," pungkas pesannya yang kubaca di atas kereta. Logika yang membuatku mengecap getir airmata. Seolah dia bisa memahami seluruh keping hidup dan hatiku hanya dengan tujuh tahun bersama tanpa mengerti diriku dengan baik.

Seolah paru seluruh manusia berhenti bekerja di atas usia lima puluh...

Rabu, 01 Maret 2017

Cinta yang Mustahil Kau Sesap Kembali

When life resigns from today
Will you hide from all time
Will you hide from the truth
That you said would be real*


Jauh dalam hati kita pasti tersisa satu atau beberapa penyesalan yang walaupun kita diberi hadiah untuk mengulang saat itu kembali, kita hanya akan melakukan hal yang sama.

Dan bukan karena keputusan kita bulat. Ataupun karena itu yang terbaik.

If hush, you will hear
What I go through at night
You can toss, you can turn
You can try to escape*


Kadang kita membuat satu keputusan yang kita sesali, karena kita tak sanggup mendengar pendapat atau menghadapi sikap orang yang kita putuskan. Dan kita mengambil keputusan berdasarkan rasa takut, rasa was-was dan antisipasi terhadap hal yang belum terjadi, supaya itu tak pernah terjadi, padahal bisa jadi semua yang akan terjadi itu adalah hal yang berbeda sama sekali dari apa yang kita pikirkan.

I feel it, wakefulness in my skull 
Trembling
When I hear your name
I grow small
I grow sad*


Kita menyesali tak membiarkan orang tersebut tumbuh menghadapi diri kita, kita pasung pendapat dan sikapnya dengan dinding ketakutan kita sendiri dan menganggap ia takkan mampu mengintip yang ada di luar.

Sudahkah kita membersihkan diri dari penyesalan yang demikian di masa lalu?

If I wish, close my eyes
I will ask for you back
But you left in the night
All alone
Without you*


Toh kita bisa berpaling, bisa membuang muka, bisa bersikap tak kenal, tapi itu tak membuat semua itu nyata (bahwa kita dan ia hanyalah orang asing). Sejujurnya untuk lima milyar orang di dunia mungkin ia cuma orang lain, tapi untuk kita ia adalah hantu. Yang menghuni sudut gelap relung hati.



Kadang masa lalu memang lebih baik tak dibicarakan. Atau kita memilih satu-dua cerita di masa lalu untuk kita simpan sendiri. Atau kita pelintir. Atau tak sengaja kita pelintir karena kita tak sepenuhnya tahu apa yang akan dilakukan oleh si ia. Kita hanya bisa menilai pendapat dan sikapnya dalam ranah possible dan probable, namun satu penilain yang pasti adalah bahwa kita hanyalah seorang pengecut.

Even if you shall lie
I will tell you the truth
You can see all the hurt
If you stare in my eyes
I feel it, restlessness in my arms

Sleeplessness in my legs
Trembling
When I hear your voice
I grow small
I grow sad*


*Old by t.A.T.u

Selasa, 07 Februari 2017

Februari: Pokoknya Love Melulu...

Jadi Bulan Cinta ini kuhabiskan dengan membaca novel-novel erotis paranormal/vampir/vampir-cinta-serigala lesbian. Guwe penasaran sama dua orang cewek yang menghabiskan selamanya bersama.


Beberapa buku kubaca seperti karangan Gill McKnight penulis Irlandia yang tinggal di Yunani. Bacaan miliknya seperti Ambereye (serial Garoul) terkesan ringan, enggak terlalu erotis jadi ya orang ini lewat. Juga bukan tentang vampir (tapi tentang manusia serigala).


Iron & Velvet (serial Kate Kane) karya Alexis Hall yang juga orang Inggris bagiku terlalu banyak 'omong'. Aku membayangkan versi audiobooknya yang bakal susah kumengerti (karena logat Inggris) dan sok seksi. Not my type.


Karya Winter Pennington lebih 'gelap'. Walau aku harus meringis dengan selera pengarang (hahaha sok tahu aku tentang selera pengarang) yang menyamakan submission and domination dengan cinta. Trilogi (tahun ini rencana terbit buku ke-empat) Kassandra Lyall Preternatural Investigator series dan dwilogi Losso Lusuria Vampire Novels.


Trilogi Kassandra Lyall diawali dengan Witch Wolf, diikuti Raven Mask dan Bloody Claws.

Witch Wolf menceritakan tentang Kassandra Lyall, Preternatural Private Investigator yang awalnya seorang penyihir (penganut Pagan? aku nggak ngeh apakah istilah ini sama atau berbeda dalam buku) yang juga polisi yang terpaksa berhenti bertugas karena terinfeksi virus manusia serigala. Dunia dalam buku adalah di mana makluk jejadian, supranatural dan manusia lebur dalam masyarakat dengan vampir sebagai control komunitas bukan manusia. Lenorre, satu dari countess of Oklahoma, merupakan satu dari vampir pemegang tampu kekuasaan lokal, mengirim anak buahnya yang juga manusia serigala bernama Rosalin Walker untuk menggunakan jasa Kassandra guna menyelidiki misteri hilangnya kakak Rosalin.

Dalam Raven Mask, konflik antara Kassandra dengan Sheila yang dianggap Alfa dalam kelompok manusia serigala lokal menjadi parah. Di sini jelas bahwa Lenorre ingin Kassandra menjadi Alfa menggantikan posisi Sheila yang dia anggap lemah dan punya sifat kejam. Kasus hilangnya Timothy, saksi di prekuel dari buku ini, menjadi kasus yang harus dipecahkan Kassandra.


Bloody Claws bukan merupakan seri terakhir dari serial Kassandra Lyall, dan harus menunggu lima tahun untuk buku lanjutan novel ini. Konflik Kassandra dengan Sheila kian meruncing. Kassandra dihadapkan dengan kasus pembunuhan yang membutuhkan kemampuan magisnya untuk memecahkannya.


Dwilogi Losso Lusuria dengan protagonist bernama Epiphany. Epiphany dijadikan vampir oleh Renata agar tidak mati karena wabah TB paru. Dua buku ini, satu berjudul Darkness Embraced lainnya Summoning Shadows menceritakan tentang perjuangan Epiphany menjadi Elder dan menyelamatkan nyawa Renata yang serratus lima puluh tahun lalu mendepaknya dari menjadi partner seks favorit setelah lima puluh tahun bersama. Dalam buku banyak adegan seksual, sub & dom, threesome yang mungkin ada masa depan foursome juga. Agakngeri juga baca ginian di tempat kerja atau sambal makan siang saat istirahat. Beberapa kali kulewatkan adegan dewasa karena eneg tapi dari ketiga pengarang yang tadi kusebutkan, Winter Pennington adalah favoritku.

Rabu, 01 Februari 2017

Ulasan Pendek Film Sin City (2005)

Bukan, ini bukan tentang film lesbian. Pertama kali Sin City menggodaku adalah dari fanfiksi. Aku membaca satu dari fanfiksi anime, di mana sang pengarang memberi judul A Dame to Kill For. Tentu ini langsung mengingatkanku pada penerbit komik Dark Horse, mengingat Frank Miller adalah kontributornya, yang salah satu bukunya dijual di Big Bad Wolf Surabaya beberapa bulan lalu (dan aku menyesaaal sekali tidak membelinya walau saat itu aku sangat tertarik).

Sin City benar-benar jelmaan komik ke dalam film. Neo-noir, satir, ironi, twisted, komikal, warna-warna unik, dan berakhir tidak bahagia baik buat si jahat maupun si baik. Tidak ada yang benar-benar putih atau hitam dalam setiap karakter, tapi seluruhnya 'sakit'. Padahal aku sempat komplain (positif) saat membaca fanfiksi yang kumaksud di atas, bahwa ini fanfiksi walau punya latar belakang yang baik ia mempunyai akhir yang sedikit menyebalkan (saat tokoh utamanya kehilangan fungsi saraf, karena disiksa oleh penjahat yang terobsesi dengan kekasihnya, yang membuat lengannya tidak berfungsi). Kusadari ternyata, cerita itu cukup adekuat untuk masuk dalam cerita pendek Sin City, ia yang paling punya cerita akhir yang bahagia.

Lucille dan Marv dalam the Hard Goodbye

Ada empat cerita pendek dalam antalogi kriminal Basin City; That Yellow Bastard, the Customer is Always Right, the Hard Goodbye dan the Big fat Kill.

Yang paling unik dari film ini tentu warna. Permainan cantik untuk mengurangi ketidaknyamanan penonton dalam kekerasan yang hadir di setiap menit film ini membuatku malah tak bisa lepas dari layar. Padahal aku tidak menyukai film slasher yang banyak adegan kekerasannya (film Korea The Old Boy adalah film yang membuatku trauma dengan film-film jenis ini karena kemudian aku merasa agak nyesel udah ngelihat tapi bakalan nyesel kalau enggak lihat mengingat film Korea ini baguuus dan sangat bisa dimasukkan dalam satu cerita pendek Sin City), aku tidak sekalipun mengalihkan pandangan pada adegan setidaknyaman apapun karena takut melewatkan sesuatu.

Karena sangat komikal, film ini berlebihan. Contohnya infus yang diberikan pada tokoh utama, bercak darah yang mendadak hilang atau tidak ada bekas luka maupun genangan darah saat seseorang ditembak brutal atau cepatnya sang tokoh pulih oleh tembakan demi tembakan tapi di pihak lain sang tokoh sangat menderita dengan Angina Pectoris. Sehingga editan-editan film sulit kunikmati. Film yang disyuting dalam digital backlot ini benar-benar seperti menikmati satu komik.

Ada adegan yang sebenarnya ngeri tapi aku terpikat dengan mata Elijah Wood (dari dulu memang aku suka Mr. Wood) saat dia akan dimakan oleh anjing peliharaannya sendiri. Kemudian suara-suara laki-laki yang rendah, favoritku, membuat film ini seperti Batman. Dan juga ada tokoh pendukung, Lucille, yang digambarkan sebagai tante seksi dan lesbian yang sayangnya nasibnya juga berakhir tragis dalam the Hard Goodbye.

Dan, by the way, sekuel SinCity: A Dame to Kill For (2014) was not as smart as the first one. Terlalu banyak 'bicara'.

Senin, 30 Januari 2017

Cinta dan Kejujuran

Seorang teman, panggil saja Scorpio, sering menanyaiku sesuatu dan menginginkan jawaban yang detail. Menanyai kadang untuk berkonsultasi, untuk konfirmasi cerita, curhat, dll.
Kali ini pertanyaannya membuatku tertegun. Bukan karena pertanyaannya aneh atau menohok, tapi kesadaran dalam diriku sendiri bahwa untuk memberi jawaban versiku kepadanya ternyata aku melalui proses yang panjang dan aku menghabiskan malam itu dengan mengurut kejadian demi kejadian.

Some things are better left hidden.

Apakah kita harus selalu jujur pada pasangan kita?

Aku yang lima-sepuluh tahun lalu sudah pasti seratus persen setuju bahwa kita harus jujur dengan pasangan atau orang yang kita cintai. Karena aku adalah tipe orang yang ingin mendengar segala sesuatu dari orangnya sendiri, sehingga aku bias memutuskan bagaimana menyikapi satu kejujuran.

Kini aku, setelah ribuan putung rokok dan kandasnya kisah cinta tujuh tahunku, menjawab bahwa kejujuran itu tergantung dari permasalahannya, dari fase di mana hubungan itu berada, karakter pasangan dan yang lebih penting dari semua itu adalah ke mana tujuan kejujuran itu.

Ketika mantan teman sekamarku menyampaikan kejujuran perasaan cintanya, aku menghargai dua hal darinya yaitu keberaniannya dan kejujurannya itu sendiri. Namun ketika aku harus dihadapkan pilihan yang sama dengan diri, aku sudah pasti memilih untuk tidak jujur. Bukan karena aku takut kehilangan orang yang kucintai atau bersikap pengecut,
1. Permasalahannya adalah mantan teman sekamarku itu masih punya kekasih, yang notebenenya juga sahabatku, yang walaupun hubungan mereka sekarat sahabatku itu mencintainya dan belum sepenuhnya selesai hubungan mereka.
2. Fase dari hubungan kami adalah dia sedang meyakinkanku bahwa dia mencintai kekasihnya, ingin memperbaiki kehidupan kekasihnya dan berjanji bahwa perasaannya padaku itu tidak ada cinta.
3. Karakternya adalah selalu membandingkan pasangannya dengan diriku, bahkan sejak pacarnya yang dulu, bila hubungan cintanya bermasalah. Dan selama lima belas tahun berteman aku baru tahu akhir tahun lalu dari mantannya delapan tahun yang lalu bahwa itulah yang terjadi dalam hubungan mereka.
dan 4. Tujuan kejujurannya adalah mendapatkanku tanpa peduli bahwa kekasihnya yang belum selesai masa syoknya adalah sahabatku.

Apakah itu kejujuran bila cuma alasan bahwa kita tidak memiliki control diri terhadap hal yang kita inginkan?

Kita harus menyadari bahwa masih ada pepatah diam itu emas. Dan inilah emas yang dimaksudkan. Tak semua situasi menghasilkan diam yang emas.

Kejujuran membuat kita bebas. Betul. Tapi kebebasan bukanlah segalanya. Bijaksana menggunakan kebebasan kita akan membuat kita menikmati kebebasan untuk jangka waktu yang lebih lama.

Kejujuran membuat kita nyaman dengan diri sendiri. Betul. Tapi sudahkah kita memperhatikan kenyamanan orang lain, setidaknya orang lain yang peduli atau mencintai kita atau kita cintai.

Kujelaskan dengan contoh mantan teman sekamarku ini karena si Scorpio baru kuceritakan tentang masalah dengan ini teman karena dia menanyakan kabar. Lalu Scorpio menanyakan tentang hubungan dia dengan pacarnya yang masih satu bulan bersama, bagaimana enaknya menyikapi pacarnya tentang masalah A. Kubilang, ya itu cuma dia yang bias memberi jawabannya wong aku tidak kenal pacarnya dengan baik. Lalu kucontohkan cara mengambil keputusan dengan refleksi hubunganku yang kandas, yang akan juga mengenai masalah Scorpio yang lain yaitu memutuskan berhenti di sini atau jalan terus.

Saat mantan kekasihku memutuskan tidak jujur padaku, tujuannya jelas bukan untuk menyelamatkan hubungan kami. Hal paling esensial dari keempat hal di atas sudah ia langgar, itulah mengapa aku memutuskan bahwa ini adalah satu masalah yang membuatku memutuskan berhenti mencintainya. Berhenti bukannya benar-benar berhenti sih, tapi ini adalah satu hal yang tepat untuk belajar mengerti kapan harus berhenti. Tujuh tahun dan masih bermasalah dengan kejujuran, aku harus menunggu berapa lama lagi untuk ia belajar? Jadi aku iyakan permintaannya berpisah. Kukatakan pada teman Scorpio bahwa dia dan kekasihnya sama-sama memiliki masa lalu dan satu bulan apalagi dalam hubungan jarak jauh tentu akan sulit mengenal satu sama lain. Kupikir kejujuran adalah suatu proses belajar yang harus dilalui oleh mereka berdua, dan awalnya tentu sulit. Jika Scorpio atau kekasihnya tidak menghendaki kesalahpahaman atau masa susah komunikasi dalam sebuah hubungan ya kukatakan pada Scorpio: apa gunanya hubungan kalian itu?

Cinta memiliki bentuk jujur: rasa ingin bersama. Tak peduli banyak halangan, saat rasa ingin bersama lebih kuat, tentu halangan dapat ditempuhi. Rasa ingin bersama juga harus dilindungi dengan rasa aman, nyaman, memiliki yang bisa diperoleh salah satunya dengan kejujuran. Sedangkan kejujuran sendiri haris melewati proses belajar baik dalam menerima kejujuran ataupun menyampaikan kejujuran, lalu kemudian seorang pasangan harus dapat belajar menelaah apakah ini saatnya berkata/bersikap jujur atau lebih baik diam. Dan seperti halnya proses belajar yang lain, semua itu butuh waktu.

Kalau Scorpio dan pasangan tidak mau belajar ataupun tidak meluangkan waktu untuk belajar kejujuran dan kapan harus jujur, aku tak yakin apakah benar cinta dan hubungan selamanya yang dia cari atau cuma rasa jatuh cinta saja yang dia kejar...

Rabu, 25 Januari 2017

Ulasan Film Pariah: Konflik Butch Remaja

Pariah (2011) menceritakan tentang Alike, remaja 17 tahun yang hidup bersama kedua orang tua dan adik perempuannya, yang sedang mengalami konflik dalam keluarga dan diri sendiri. Alike mengidentifikasikan diri sebagai butch yang suka menggunakan pakaian luar dan pakaian dalam laki-laki, namun ibunya yang bernama Audrey tidak menyukai hal itu dan pergaulan Alike dengan teman sesama butch, Laura.

Untuk 'menormalkan' Alike, Audrey kerap memaksa Alike memakai rok dan menghabiskan waktu bersama teman satu gereja bernama Bina. Mempunyai hobi yang sama yaitu menulis dan mendengar musikus yang sama, keduanya menjadi 'klik' dan konflik di sekitar Alike semakin menjadi saat Bina menciumnya dan Laura menjauhinya.

Hubungan Alike lebih baik dengan ayahnya daripada ibunya. Ibunya memaksa sang ayah 'memperbaiki' Alike tapi laki-laki tersebut merasa tak ada yang salah dari puterinya. Ayah Alike hanya merasa bahwa anak pertamanya itu sedang dalam sebuah fase yang takkan menetap selamanya, dan menyangkal bahwa Alike lesbian. Ayah Alike kuatir terhadap sikap teman-temannya di toko minuman keras seberang 'klub wanita' yang sering mengejek butch yang membeli minuman di sana sebab hal tersebut bisa mengarah kepada kekerasan mengingat mereka hidup dalam lingkungan yang keras.


Dialog dan plot dari Pariah sangat natural dan jeli. Dee Rees bisa dibilang penulis dan sutradara yang istimewa dan punya potensi sangat baik dengan merujuk film ini. Akting para pemain begitu alami dan aroma kehidupan sehari-hari begitu terasa. Aku terkejut melihat Aasha Davis sebagai Bina yang wajah babyface-nya tak berubah sejak South of Nowhere lebih dari sepuluh tahun lalu, hanya lebih tidak memakai rias.

Film ini betul-betul layak tonton, terutama untuk mereka yang pernah mengalami bermacam-macam konflik terkait kelesbianannya. Penolakan keluarga, mengambil keputusan penting dalam hidup dan bagaimana memulai hidup sendiri akan terasa sangat emosional, belum lagi konflik batin dan rasa dipermainkan oleh perempuan lain. Film ini merujuk konflik nyata yang dialami butch remaja, sebagian sangat menyakitkan, namun bila berhasil melewati semua itu dengan baik maka sang kepompong akan menjadi kupu-kupu yang indah.

Minggu, 22 Januari 2017

Ulasan Singkat Film Our Love Story

“A familiar love story that reminds the audience of their past love.” -Lee Hyun-Ju.

Baper! Film ini bikin aku baper banget nget nget.


Menonton masih belum dengan subtitle, film jebolan Korea Selatan tahun 2016 ini bikin langsung terlempar ke masa lalu. Dalam hal cinta semua orang bisa baper, hanya tiap orang punya tempo sendiri-sendiri dalam ke-baper-annya.




Film yang meraih banyak penghargaan ini bagiku seperti versi Asia dari Blue Is the Warmest Color. Adegan seksualnya jujur sekali (mungkin enggak pake sekali sih, hehehe) dan menangkap momen yang vulnerable dengan pas dan natural. Aku bisa memasukkan diri dalam tokoh Yoon-Ju tanpa kesulitan, plotnya sangat sederhana dan visualnya juga sehari-hari. Seperti menonton hidup sendiri dalam layar kaca, menjengkelkan sekali sehingga aku habis satu pak rokok memikirkan film ini (dan kehidupan cintaku mau dibawa ke mana oleh diriku sendiri).

Aku tidak bisa mengulas cerita yang jelas dari film ini karena kendala bahasa, namun sepertinya film ini menceritakan tentang bagaimana kali pertama benar-benar jatuh cinta, menemukan satu sisi dari dirimu yang tidak kau tahu yang ternyata bisa membuat segalanya indah dan membuat melayang tinggi di udara untuk kemudian terhempas jatuh.


Kedua aktris memainkan tokoh dengan baik, bahasa tubuh dan ekspresi mereka membuatku bisa memahami film ini tanpa tahu sepatah katapun dalam Bahasa Korea. Kebutaanku pada Bahasa Korea membuatku kesulitan mendengar emosi dalam pembicaraan mereka, sehingga harus total mengandalkan kedua hal di atas. Watak dalam tokoh digambarkan dengan baik oleh kedua pemeran. Film tidak bertele-tele dan tak banyak filosofi yang memusingkan seperti kebanyakan film drama Asia.


Menyaksikan film ini, lalu mendengarkan lagu dalam album Justin Bieber 'Purpose' seperti Love Yourself, What Do You Mean dan Sorry akan membawamu yang belum beranjak dari masa lalu kembali larut ke dalam waktu yang paling jujur (honest) dan rentan cidera (vulnerable). So, beware, this film is annoyingly good.

Rabu, 18 Januari 2017

Ulasan Buku: And Playing the Role of Herself oleh K. E. Lane

Ingin novel yang hangat yang menemani malam hari di Surabaya yang lagi dingin hawanya? Novel ini bisa jadi pilihan menarik buat kamu.

Menemukannya tak sengaja di antara fanfiksi Xena: Warrior Princess, penulis bernama pena Dabkey memajang karyanya di website fan dari serial Xena di tahun 2005 yang kemudian dibukukan dan terbit tahun 2007. Setahuku ini adalah novel tunggal dari penulis ini, karya lainnya dapat dinikmati dalam kumpulan cerita.

Robyn Ward digambarkan memiliki daya tarik luar biasa, mulai dari daya tarik seksual dari kakinya yang ramping dan panjang juga suaranya yang serak dan seksi hingga kemampuan memasak ditambah kekuatan fisik sebagai pelari yang biasa menggencet atlet tenis kelas dunia dan usahanya yang keras untuk hidup dalam dunia layar kaca yang kejam, dan merupakan aktris yang sedang naik daun. Kadang ia harus tinggal berdua dengan Caidence 'Caid' Harris, si gadis Bir, karena ditempatkan dalam satu trailer saat menjadi bintang tamu serial TV berjudul 9th Precinct di mana Caid merupakan aktris reguler bersama Elizabeth 'Liz' Ann Stokley. Dan dari sinilah cerita bergulir.

Memakai satu tokoh yaitu Caid sebagai pemilik sudut pandang, hal ini membuat kita bisa menikmati naik turunnya emosi Caid dan tak ribet dalam memahami cerita novel. Plot ringan dengan dialog dan humor-getir-amarah-kegelisahan-drama yang adekuat serta pengenalan tokoh yang berjalan alamiah dan tak terduga ini membuatku tergila-gila pada buku ini hingga membacanya tiga kali (dan memaksa diri untuk membaca buku-buku lain serta mengerjakan tugas yang terlupa karena ini buku) lagi setelah menyelesaikannya kali pertama. Contohnya adalah saat aku seperti halnya Robyn, tidak mengerti mengapa Caid bisa berteman baik dengan Liz yang tampak berpusat pada diri sendiri di awal novel, menjadi orang yang berpikir bahwa Liz itu kiyut di akhir membaca novel ini.


Hubungan pertemanan dalam pekerjaan yang berusaha dijaga oleh Caid, dan mendapat sambutan baik oleh Robyn, berujung menjadi janjian makan malam dan olahraga bersama yang membuat perasaan Caid terhadap Robyn semakin tak keruan. Terlebih perhatian Robyn saat Caid mengalami kecelakaan saat bersepeda gunung membuat Caid semakin yakin bahwa Robyn menyimpan keinginan yang sama. Serial TV yang sedang dalam masa tayang dan karir yang mulai menanjak menjanjikan skandal di setiap para tokoh tertangkap kamera, mulai dari Robyn yang keguguran tapi malah sang tunangan Josh Riley tidur dengan Caid, tersebarnya foto Caid berciuman dengan brondong tak bernama, sampai hilangnya Caid saat liburan dengan trailernya ditemukan bercak darah dan terbakar. Seluruh peristiwa semakin membuat hubungan tarik ulur Robyn dan Caid semakin membingungkan, namun jangan kuatir, novel ini punya akhir bahagia kok.

Mungkin memang daya tarik seksual dalam buku bertema seksual (lesbian itu soal seksualitas, kan?) tertentu kadang terlalu dilebih-lebihkan, namun mengingat latar belakang cerita adalah kehidupan artis maka hal semacam mapan dan glamor dan memiliki wajah (dan tubuh) sangat menarik tentu bukanlah hal aneh, sehingga memberi kesan bahwa cinta dan seks adalah satu walau perjalanan Caid dalam memperjuangkan cinta menjadi benang merah yang menyatukan ini buku dari awal hingga akhir.

Sebenarnya aku berharap banyak terhadap penulis ini, mendapatinya hanya memiliki satu novel membuatku berpikir bahwa penulis menyia-nyiakan bakatnya. Tapi setiap orang memiliki permasalahan sendiri, dan mungkin itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibagi pada orang lain. Suatu hari kuharap K. E. Lane dapat 'terbebas' dari 'lingkaran'nya dan menunjukkan pada dunia bahwa dia merupakan penulis yang punya potensi besar untuk menjadi besar.

Dari bacaan novel lesbianku sejauh ini, sulit menemukan tandingan buku ini, sehingga aku yang sebenarnya menyiapkan buku Lies We Tell Ourselves milik Robin Talley yang merupakan buku favoritku tahun 2016 dengan amat rela menunda menulis ulasan buku Robin dan memilih mengulas Robyn dalam buku And Playing the Role of Herself. Ini buku amat sangat kurekomendasikan betul.

Sabtu, 14 Januari 2017