Madoka (rambut merah muda, dengan Kyubey bergantung di lengan kiri) dan kawan-kawan, serta Homura (rambut hitam)
Sebenarnya ceritanya bagus banget ini Madoka. Tapi karena gambarnya tipe lolicon (lolita complex), dan aku benci banget tokoh anak-anak yang dijadikan peran utama dengan plot penuh dilema dan keputusan yang menyisakan penyesalan, serta adanya makhluk mungil yang tampak sok imut tapi ternyata merupakan sumber segala kekacauan membuatku menelan ludah pahit karena sedikit trauma dengan Magic Knight Rayearth seri pertama. Demikian menjadikanku menunda-nunda menyaksikan anime keren ini sampai seorang teman ngomporin untuk nonton anime ini dari serial TV sampai versi filmnya.
Kyubey, makhluk yang menurutku enggak imut dan patut diwaspadai, tiba-tiba menghantui mimpi Madoka. Ia dikejar-kejar dan disakiti oleh Homura, gadis berambut hitam yang nampaknya berdiri di kubu yang berseberangan dengan Madoka dan kawan-kawan, kemudian Madoka dkk mengikat perjanjian untuk menjadi Mahou Shoujo (Magical Girl) dengan Kyubey.
Serial TVnya sendiri belum selesai kutonton, komentar-komentar yang bertebaran kebanyakan positif tentang anime ini. Lolicon, noir dan artistik serta plot yang baik menjadikan anime ini lebih mudah diikuti daripada Revolutionary Girl Utena yang gambar animenya juga sangat unik. Anime ini punya genre Yuri, terima kasih kepada perasaan Homura kepada Madoka.
Sebenarnya genre Yuri menurutku tidak terlalu kental (menurutku sih, dan ini tentu ditentang sama temanku dan banyak orang lain). Cewek sekolah di Jepang (dan di banyak negara Asia termasuk Indonesia) sering punya rasa antah berantah terhadap temannya, mungkin terlebih lagi terhadap teman dekatnya. Madoka merupakan tipe anak manis yang disukai siapapun, kekuatan besar yang dimilikinya pasti diincar siapapun termasuk makhluk sok imut yang enggak imut sama sekali, dan bisa ditebak hati kecil Madoka pasti tak ingin mengorbankan siapapun. Siapapun kecuali dirinya. Dan Homura seharusnya tidak terlampau peka dan cerdas toh itu demi keselamatan dia sendiri, sayangnya memang dia terlampau peka dan cerdas sehingga memutuskan untuk memboikot semua cerita demi tidak mengorbankan Madoka maka lahirlah film ketiga: Rebellion.
Aku mungkin tidak akan menulis detail resensi/reviewnya, karena aku benci film penuh rasa despair yang melibatkan anak-anak, atau yang berwajah anak-anak deh, dan kemungkinan besar aku bakal nangis bombai setelah nonton semua seri TV dan film Madoka, serta berakhir 'membenci' pengarangnya seperti aku 'membenci' Clamp karena Magic Knight Rayearth. Sayangnya bagiku Madoka terlalu menarik untuk dilewatkan setelah bertahun-tahun enggan melihatnya.
Oke deh, aku akan siap-siap banyak tisu...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar