- An Emergence of Green by Katherive V. Forrest.
Aku bukan tidak menyadari pentingnya status pernikahan di mata sesama pekerja Indonesia. Ketika mantanku mengatakan hal ini dengan nada sinis karena menganggap aku, yang saat itu masih sekolah, tidak mengerti arti status 'menikah' dan menganggap remeh dilema yang dia rasakan, aku cuma bisa diam dan membiarkannya menganggap aku demikian.
Bagaimana aku bisa menjelaskan sesuatu yang telah kujelaskan berkali-kali tapi dia tidak mengerti juga?
Kukatakan, bila dia menginginkan banyak hal maka ada kalanya dia mesti memilih. Tidak bisa memiliki segalanya. Jika ingin status, maka jangan memilih aku. Demikian dia masih keukeuh ingin mendapatkan semuanya. Begitu kerasnya dia mewujudkan keinginannya sampai dia tak dapat, atau tak ingin, melihat jejas apa yang dia derakan pada mimpiku.
Kukatakan aku tidak menginginkan segalanya. Aku mengerti bagaimana status dan pertanyaan orientasi seksual menjadi pembicaraan yang dihembus diam-diam tentang orang yang punya posisi penting dalam pekerjaan tapi tak punya pendamping hidup sah. Maka aku tak berambisi dalam bekerja. Tak berambisi bukannya tak berusaha maju, hanya saja aku memberi jarak pada siapapun, agar tak mampu mengusik keteguhanku untuk tak menyakiti hati laki-laki manapun demi status palsu.
Demikian dia tak segan mengorbankan orang lain demi segala yang dia inginkan.
Aku mengagumi ambisi yang dia miliki, sampai tak mampu mengagumi hal yang sama lagi karena ilusi yang tampak telah habis masa tayang. Tujuh tahun dan aku tak sanggup memberikan kebaikan lagi kepadanya yang begitu terpesona dengan segala mimpi miliknya. Ada begitu banyak kenangan manis dan lebih banyak lagi kenangan yang indah dan membuaiku dalam lamunan tentang masa lalu, namun aku mesti memuaskan diri dengan pengertian bahwa yang kurindukan hanyalah kenangan tentangnya. Selamanya aku akan dihantui seluruh waktu yang pernah kami lewati, dan biarlah dia menjadi hantu, menjadi sesuatu yang tak ingin kutemui bentuk dan suaranya.
Aku tidak menginginkan pengertian atau sosoknya kembali. Setelah meninggalkanku tanpa penjelasan di kala aku depresi, lalu melewatkan janji-janji yang pernah dia berikan padaku maka aku mengerti kenyataan bahwa I'm not strong, but strong enough to live without her. Jika seluruh dunia bisa kumiliki mungkin hanya dia yang tak kuinginkan (untuk miliki). I know I love her but it's better to let her go.
Aku tahu suatu hari nanti pasti kutemukan seseorang yang memang untukku. Dalam hati aku berdoa, Tuhan, semoga seseorang itu bukan dia.
Amin.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar