Seorang teman, panggil saja Scorpio, sering menanyaiku sesuatu dan menginginkan jawaban yang detail. Menanyai kadang untuk berkonsultasi, untuk konfirmasi cerita, curhat, dll.
Kali ini pertanyaannya membuatku tertegun. Bukan karena pertanyaannya aneh atau menohok, tapi kesadaran dalam diriku sendiri bahwa untuk memberi jawaban versiku kepadanya ternyata aku melalui proses yang panjang dan aku menghabiskan malam itu dengan mengurut kejadian demi kejadian.
Some things are better left hidden.
Apakah kita harus selalu jujur pada pasangan kita?
Aku yang lima-sepuluh tahun lalu sudah pasti seratus persen setuju bahwa kita harus jujur dengan pasangan atau orang yang kita cintai. Karena aku adalah tipe orang yang ingin mendengar segala sesuatu dari orangnya sendiri, sehingga aku bias memutuskan bagaimana menyikapi satu kejujuran.
Kini aku, setelah ribuan putung rokok dan kandasnya kisah cinta tujuh tahunku, menjawab bahwa kejujuran itu tergantung dari permasalahannya, dari fase di mana hubungan itu berada, karakter pasangan dan yang lebih penting dari semua itu adalah ke mana tujuan kejujuran itu.
Ketika mantan teman sekamarku menyampaikan kejujuran perasaan cintanya, aku menghargai dua hal darinya yaitu keberaniannya dan kejujurannya itu sendiri. Namun ketika aku harus dihadapkan pilihan yang sama dengan diri, aku sudah pasti memilih untuk tidak jujur. Bukan karena aku takut kehilangan orang yang kucintai atau bersikap pengecut,
1. Permasalahannya adalah mantan teman sekamarku itu masih punya kekasih, yang notebenenya juga sahabatku, yang walaupun hubungan mereka sekarat sahabatku itu mencintainya dan belum sepenuhnya selesai hubungan mereka.
2. Fase dari hubungan kami adalah dia sedang meyakinkanku bahwa dia mencintai kekasihnya, ingin memperbaiki kehidupan kekasihnya dan berjanji bahwa perasaannya padaku itu tidak ada cinta.
3. Karakternya adalah selalu membandingkan pasangannya dengan diriku, bahkan sejak pacarnya yang dulu, bila hubungan cintanya bermasalah. Dan selama lima belas tahun berteman aku baru tahu akhir tahun lalu dari mantannya delapan tahun yang lalu bahwa itulah yang terjadi dalam hubungan mereka.
dan 4. Tujuan kejujurannya adalah mendapatkanku tanpa peduli bahwa kekasihnya yang belum selesai masa syoknya adalah sahabatku.
Apakah itu kejujuran bila cuma alasan bahwa kita tidak memiliki control diri terhadap hal yang kita inginkan?
Kita harus menyadari bahwa masih ada pepatah diam itu emas. Dan inilah emas yang dimaksudkan. Tak semua situasi menghasilkan diam yang emas.
Kejujuran membuat kita bebas. Betul. Tapi kebebasan bukanlah segalanya. Bijaksana menggunakan kebebasan kita akan membuat kita menikmati kebebasan untuk jangka waktu yang lebih lama.
Kejujuran membuat kita nyaman dengan diri sendiri. Betul. Tapi sudahkah kita memperhatikan kenyamanan orang lain, setidaknya orang lain yang peduli atau mencintai kita atau kita cintai.
Kujelaskan dengan contoh mantan teman sekamarku ini karena si Scorpio baru kuceritakan tentang masalah dengan ini teman karena dia menanyakan kabar. Lalu Scorpio menanyakan tentang hubungan dia dengan pacarnya yang masih satu bulan bersama, bagaimana enaknya menyikapi pacarnya tentang masalah A. Kubilang, ya itu cuma dia yang bias memberi jawabannya wong aku tidak kenal pacarnya dengan baik. Lalu kucontohkan cara mengambil keputusan dengan refleksi hubunganku yang kandas, yang akan juga mengenai masalah Scorpio yang lain yaitu memutuskan berhenti di sini atau jalan terus.
Saat mantan kekasihku memutuskan tidak jujur padaku, tujuannya jelas bukan untuk menyelamatkan hubungan kami. Hal paling esensial dari keempat hal di atas sudah ia langgar, itulah mengapa aku memutuskan bahwa ini adalah satu masalah yang membuatku memutuskan berhenti mencintainya. Berhenti bukannya benar-benar berhenti sih, tapi ini adalah satu hal yang tepat untuk belajar mengerti kapan harus berhenti. Tujuh tahun dan masih bermasalah dengan kejujuran, aku harus menunggu berapa lama lagi untuk ia belajar? Jadi aku iyakan permintaannya berpisah. Kukatakan pada teman Scorpio bahwa dia dan kekasihnya sama-sama memiliki masa lalu dan satu bulan apalagi dalam hubungan jarak jauh tentu akan sulit mengenal satu sama lain. Kupikir kejujuran adalah suatu proses belajar yang harus dilalui oleh mereka berdua, dan awalnya tentu sulit. Jika Scorpio atau kekasihnya tidak menghendaki kesalahpahaman atau masa susah komunikasi dalam sebuah hubungan ya kukatakan pada Scorpio: apa gunanya hubungan kalian itu?
Cinta memiliki bentuk jujur: rasa ingin bersama. Tak peduli banyak halangan, saat rasa ingin bersama lebih kuat, tentu halangan dapat ditempuhi. Rasa ingin bersama juga harus dilindungi dengan rasa aman, nyaman, memiliki yang bisa diperoleh salah satunya dengan kejujuran. Sedangkan kejujuran sendiri haris melewati proses belajar baik dalam menerima kejujuran ataupun menyampaikan kejujuran, lalu kemudian seorang pasangan harus dapat belajar menelaah apakah ini saatnya berkata/bersikap jujur atau lebih baik diam. Dan seperti halnya proses belajar yang lain, semua itu butuh waktu.
Kalau Scorpio dan pasangan tidak mau belajar ataupun tidak meluangkan waktu untuk belajar kejujuran dan kapan harus jujur, aku tak yakin apakah benar cinta dan hubungan selamanya yang dia cari atau cuma rasa jatuh cinta saja yang dia kejar...
the barking wolf
not a lone wolf
Senin, 30 Januari 2017
Rabu, 25 Januari 2017
Ulasan Film Pariah: Konflik Butch Remaja
Pariah (2011) menceritakan tentang Alike, remaja 17 tahun yang hidup bersama kedua orang tua dan adik perempuannya, yang sedang mengalami konflik dalam keluarga dan diri sendiri. Alike mengidentifikasikan diri sebagai butch yang suka menggunakan pakaian luar dan pakaian dalam laki-laki, namun ibunya yang bernama Audrey tidak menyukai hal itu dan pergaulan Alike dengan teman sesama butch, Laura.
Untuk 'menormalkan' Alike, Audrey kerap memaksa Alike memakai rok dan menghabiskan waktu bersama teman satu gereja bernama Bina. Mempunyai hobi yang sama yaitu menulis dan mendengar musikus yang sama, keduanya menjadi 'klik' dan konflik di sekitar Alike semakin menjadi saat Bina menciumnya dan Laura menjauhinya.
Hubungan Alike lebih baik dengan ayahnya daripada ibunya. Ibunya memaksa sang ayah 'memperbaiki' Alike tapi laki-laki tersebut merasa tak ada yang salah dari puterinya. Ayah Alike hanya merasa bahwa anak pertamanya itu sedang dalam sebuah fase yang takkan menetap selamanya, dan menyangkal bahwa Alike lesbian. Ayah Alike kuatir terhadap sikap teman-temannya di toko minuman keras seberang 'klub wanita' yang sering mengejek butch yang membeli minuman di sana sebab hal tersebut bisa mengarah kepada kekerasan mengingat mereka hidup dalam lingkungan yang keras.
Dialog dan plot dari Pariah sangat natural dan jeli. Dee Rees bisa dibilang penulis dan sutradara yang istimewa dan punya potensi sangat baik dengan merujuk film ini. Akting para pemain begitu alami dan aroma kehidupan sehari-hari begitu terasa. Aku terkejut melihat Aasha Davis sebagai Bina yang wajah babyface-nya tak berubah sejak South of Nowhere lebih dari sepuluh tahun lalu, hanya lebih tidak memakai rias.
Film ini betul-betul layak tonton, terutama untuk mereka yang pernah mengalami bermacam-macam konflik terkait kelesbianannya. Penolakan keluarga, mengambil keputusan penting dalam hidup dan bagaimana memulai hidup sendiri akan terasa sangat emosional, belum lagi konflik batin dan rasa dipermainkan oleh perempuan lain. Film ini merujuk konflik nyata yang dialami butch remaja, sebagian sangat menyakitkan, namun bila berhasil melewati semua itu dengan baik maka sang kepompong akan menjadi kupu-kupu yang indah.
Untuk 'menormalkan' Alike, Audrey kerap memaksa Alike memakai rok dan menghabiskan waktu bersama teman satu gereja bernama Bina. Mempunyai hobi yang sama yaitu menulis dan mendengar musikus yang sama, keduanya menjadi 'klik' dan konflik di sekitar Alike semakin menjadi saat Bina menciumnya dan Laura menjauhinya.
Hubungan Alike lebih baik dengan ayahnya daripada ibunya. Ibunya memaksa sang ayah 'memperbaiki' Alike tapi laki-laki tersebut merasa tak ada yang salah dari puterinya. Ayah Alike hanya merasa bahwa anak pertamanya itu sedang dalam sebuah fase yang takkan menetap selamanya, dan menyangkal bahwa Alike lesbian. Ayah Alike kuatir terhadap sikap teman-temannya di toko minuman keras seberang 'klub wanita' yang sering mengejek butch yang membeli minuman di sana sebab hal tersebut bisa mengarah kepada kekerasan mengingat mereka hidup dalam lingkungan yang keras.
Dialog dan plot dari Pariah sangat natural dan jeli. Dee Rees bisa dibilang penulis dan sutradara yang istimewa dan punya potensi sangat baik dengan merujuk film ini. Akting para pemain begitu alami dan aroma kehidupan sehari-hari begitu terasa. Aku terkejut melihat Aasha Davis sebagai Bina yang wajah babyface-nya tak berubah sejak South of Nowhere lebih dari sepuluh tahun lalu, hanya lebih tidak memakai rias.
Film ini betul-betul layak tonton, terutama untuk mereka yang pernah mengalami bermacam-macam konflik terkait kelesbianannya. Penolakan keluarga, mengambil keputusan penting dalam hidup dan bagaimana memulai hidup sendiri akan terasa sangat emosional, belum lagi konflik batin dan rasa dipermainkan oleh perempuan lain. Film ini merujuk konflik nyata yang dialami butch remaja, sebagian sangat menyakitkan, namun bila berhasil melewati semua itu dengan baik maka sang kepompong akan menjadi kupu-kupu yang indah.
Minggu, 22 Januari 2017
Ulasan Singkat Film Our Love Story
“A familiar love story that reminds the audience of their past love.” -Lee Hyun-Ju.
Baper! Film ini bikin aku baper banget nget nget.
Menonton masih belum dengan subtitle, film jebolan Korea Selatan tahun 2016 ini bikin langsung terlempar ke masa lalu. Dalam hal cinta semua orang bisa baper, hanya tiap orang punya tempo sendiri-sendiri dalam ke-baper-annya.
Film yang meraih banyak penghargaan ini bagiku seperti versi Asia dari Blue Is the Warmest Color. Adegan seksualnya jujur sekali (mungkin enggak pake sekali sih, hehehe) dan menangkap momen yang vulnerable dengan pas dan natural. Aku bisa memasukkan diri dalam tokoh Yoon-Ju tanpa kesulitan, plotnya sangat sederhana dan visualnya juga sehari-hari. Seperti menonton hidup sendiri dalam layar kaca, menjengkelkan sekali sehingga aku habis satu pak rokok memikirkan film ini (dan kehidupan cintaku mau dibawa ke mana oleh diriku sendiri).
Aku tidak bisa mengulas cerita yang jelas dari film ini karena kendala bahasa, namun sepertinya film ini menceritakan tentang bagaimana kali pertama benar-benar jatuh cinta, menemukan satu sisi dari dirimu yang tidak kau tahu yang ternyata bisa membuat segalanya indah dan membuat melayang tinggi di udara untuk kemudian terhempas jatuh.
Kedua aktris memainkan tokoh dengan baik, bahasa tubuh dan ekspresi mereka membuatku bisa memahami film ini tanpa tahu sepatah katapun dalam Bahasa Korea. Kebutaanku pada Bahasa Korea membuatku kesulitan mendengar emosi dalam pembicaraan mereka, sehingga harus total mengandalkan kedua hal di atas. Watak dalam tokoh digambarkan dengan baik oleh kedua pemeran. Film tidak bertele-tele dan tak banyak filosofi yang memusingkan seperti kebanyakan film drama Asia.
Menyaksikan film ini, lalu mendengarkan lagu dalam album Justin Bieber 'Purpose' seperti Love Yourself, What Do You Mean dan Sorry akan membawamu yang belum beranjak dari masa lalu kembali larut ke dalam waktu yang paling jujur (honest) dan rentan cidera (vulnerable). So, beware, this film is annoyingly good.
Baper! Film ini bikin aku baper banget nget nget.
Menonton masih belum dengan subtitle, film jebolan Korea Selatan tahun 2016 ini bikin langsung terlempar ke masa lalu. Dalam hal cinta semua orang bisa baper, hanya tiap orang punya tempo sendiri-sendiri dalam ke-baper-annya.
Film yang meraih banyak penghargaan ini bagiku seperti versi Asia dari Blue Is the Warmest Color. Adegan seksualnya jujur sekali (mungkin enggak pake sekali sih, hehehe) dan menangkap momen yang vulnerable dengan pas dan natural. Aku bisa memasukkan diri dalam tokoh Yoon-Ju tanpa kesulitan, plotnya sangat sederhana dan visualnya juga sehari-hari. Seperti menonton hidup sendiri dalam layar kaca, menjengkelkan sekali sehingga aku habis satu pak rokok memikirkan film ini (dan kehidupan cintaku mau dibawa ke mana oleh diriku sendiri).
Aku tidak bisa mengulas cerita yang jelas dari film ini karena kendala bahasa, namun sepertinya film ini menceritakan tentang bagaimana kali pertama benar-benar jatuh cinta, menemukan satu sisi dari dirimu yang tidak kau tahu yang ternyata bisa membuat segalanya indah dan membuat melayang tinggi di udara untuk kemudian terhempas jatuh.
Kedua aktris memainkan tokoh dengan baik, bahasa tubuh dan ekspresi mereka membuatku bisa memahami film ini tanpa tahu sepatah katapun dalam Bahasa Korea. Kebutaanku pada Bahasa Korea membuatku kesulitan mendengar emosi dalam pembicaraan mereka, sehingga harus total mengandalkan kedua hal di atas. Watak dalam tokoh digambarkan dengan baik oleh kedua pemeran. Film tidak bertele-tele dan tak banyak filosofi yang memusingkan seperti kebanyakan film drama Asia.
Menyaksikan film ini, lalu mendengarkan lagu dalam album Justin Bieber 'Purpose' seperti Love Yourself, What Do You Mean dan Sorry akan membawamu yang belum beranjak dari masa lalu kembali larut ke dalam waktu yang paling jujur (honest) dan rentan cidera (vulnerable). So, beware, this film is annoyingly good.
Rabu, 18 Januari 2017
Ulasan Buku: And Playing the Role of Herself oleh K. E. Lane
Ingin novel yang hangat yang menemani malam hari di Surabaya yang lagi dingin hawanya? Novel ini bisa jadi pilihan menarik buat kamu.
Menemukannya tak sengaja di antara fanfiksi Xena: Warrior Princess, penulis bernama pena Dabkey memajang karyanya di website fan dari serial Xena di tahun 2005 yang kemudian dibukukan dan terbit tahun 2007. Setahuku ini adalah novel tunggal dari penulis ini, karya lainnya dapat dinikmati dalam kumpulan cerita.
Robyn Ward digambarkan memiliki daya tarik luar biasa, mulai dari daya tarik seksual dari kakinya yang ramping dan panjang juga suaranya yang serak dan seksi hingga kemampuan memasak ditambah kekuatan fisik sebagai pelari yang biasa menggencet atlet tenis kelas dunia dan usahanya yang keras untuk hidup dalam dunia layar kaca yang kejam, dan merupakan aktris yang sedang naik daun. Kadang ia harus tinggal berdua dengan Caidence 'Caid' Harris, si gadis Bir, karena ditempatkan dalam satu trailer saat menjadi bintang tamu serial TV berjudul 9th Precinct di mana Caid merupakan aktris reguler bersama Elizabeth 'Liz' Ann Stokley. Dan dari sinilah cerita bergulir.
Memakai satu tokoh yaitu Caid sebagai pemilik sudut pandang, hal ini membuat kita bisa menikmati naik turunnya emosi Caid dan tak ribet dalam memahami cerita novel. Plot ringan dengan dialog dan humor-getir-amarah-kegelisahan-drama yang adekuat serta pengenalan tokoh yang berjalan alamiah dan tak terduga ini membuatku tergila-gila pada buku ini hingga membacanya tiga kali (dan memaksa diri untuk membaca buku-buku lain serta mengerjakan tugas yang terlupa karena ini buku) lagi setelah menyelesaikannya kali pertama. Contohnya adalah saat aku seperti halnya Robyn, tidak mengerti mengapa Caid bisa berteman baik dengan Liz yang tampak berpusat pada diri sendiri di awal novel, menjadi orang yang berpikir bahwa Liz itu kiyut di akhir membaca novel ini.
Hubungan pertemanan dalam pekerjaan yang berusaha dijaga oleh Caid, dan mendapat sambutan baik oleh Robyn, berujung menjadi janjian makan malam dan olahraga bersama yang membuat perasaan Caid terhadap Robyn semakin tak keruan. Terlebih perhatian Robyn saat Caid mengalami kecelakaan saat bersepeda gunung membuat Caid semakin yakin bahwa Robyn menyimpan keinginan yang sama. Serial TV yang sedang dalam masa tayang dan karir yang mulai menanjak menjanjikan skandal di setiap para tokoh tertangkap kamera, mulai dari Robyn yang keguguran tapi malah sang tunangan Josh Riley tidur dengan Caid, tersebarnya foto Caid berciuman dengan brondong tak bernama, sampai hilangnya Caid saat liburan dengan trailernya ditemukan bercak darah dan terbakar. Seluruh peristiwa semakin membuat hubungan tarik ulur Robyn dan Caid semakin membingungkan, namun jangan kuatir, novel ini punya akhir bahagia kok.
Mungkin memang daya tarik seksual dalam buku bertema seksual (lesbian itu soal seksualitas, kan?) tertentu kadang terlalu dilebih-lebihkan, namun mengingat latar belakang cerita adalah kehidupan artis maka hal semacam mapan dan glamor dan memiliki wajah (dan tubuh) sangat menarik tentu bukanlah hal aneh, sehingga memberi kesan bahwa cinta dan seks adalah satu walau perjalanan Caid dalam memperjuangkan cinta menjadi benang merah yang menyatukan ini buku dari awal hingga akhir.
Sebenarnya aku berharap banyak terhadap penulis ini, mendapatinya hanya memiliki satu novel membuatku berpikir bahwa penulis menyia-nyiakan bakatnya. Tapi setiap orang memiliki permasalahan sendiri, dan mungkin itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibagi pada orang lain. Suatu hari kuharap K. E. Lane dapat 'terbebas' dari 'lingkaran'nya dan menunjukkan pada dunia bahwa dia merupakan penulis yang punya potensi besar untuk menjadi besar.
Dari bacaan novel lesbianku sejauh ini, sulit menemukan tandingan buku ini, sehingga aku yang sebenarnya menyiapkan buku Lies We Tell Ourselves milik Robin Talley yang merupakan buku favoritku tahun 2016 dengan amat rela menunda menulis ulasan buku Robin dan memilih mengulas Robyn dalam buku And Playing the Role of Herself. Ini buku amat sangat kurekomendasikan betul.
Menemukannya tak sengaja di antara fanfiksi Xena: Warrior Princess, penulis bernama pena Dabkey memajang karyanya di website fan dari serial Xena di tahun 2005 yang kemudian dibukukan dan terbit tahun 2007. Setahuku ini adalah novel tunggal dari penulis ini, karya lainnya dapat dinikmati dalam kumpulan cerita.
Robyn Ward digambarkan memiliki daya tarik luar biasa, mulai dari daya tarik seksual dari kakinya yang ramping dan panjang juga suaranya yang serak dan seksi hingga kemampuan memasak ditambah kekuatan fisik sebagai pelari yang biasa menggencet atlet tenis kelas dunia dan usahanya yang keras untuk hidup dalam dunia layar kaca yang kejam, dan merupakan aktris yang sedang naik daun. Kadang ia harus tinggal berdua dengan Caidence 'Caid' Harris, si gadis Bir, karena ditempatkan dalam satu trailer saat menjadi bintang tamu serial TV berjudul 9th Precinct di mana Caid merupakan aktris reguler bersama Elizabeth 'Liz' Ann Stokley. Dan dari sinilah cerita bergulir.
Memakai satu tokoh yaitu Caid sebagai pemilik sudut pandang, hal ini membuat kita bisa menikmati naik turunnya emosi Caid dan tak ribet dalam memahami cerita novel. Plot ringan dengan dialog dan humor-getir-amarah-kegelisahan-drama yang adekuat serta pengenalan tokoh yang berjalan alamiah dan tak terduga ini membuatku tergila-gila pada buku ini hingga membacanya tiga kali (dan memaksa diri untuk membaca buku-buku lain serta mengerjakan tugas yang terlupa karena ini buku) lagi setelah menyelesaikannya kali pertama. Contohnya adalah saat aku seperti halnya Robyn, tidak mengerti mengapa Caid bisa berteman baik dengan Liz yang tampak berpusat pada diri sendiri di awal novel, menjadi orang yang berpikir bahwa Liz itu kiyut di akhir membaca novel ini.
Hubungan pertemanan dalam pekerjaan yang berusaha dijaga oleh Caid, dan mendapat sambutan baik oleh Robyn, berujung menjadi janjian makan malam dan olahraga bersama yang membuat perasaan Caid terhadap Robyn semakin tak keruan. Terlebih perhatian Robyn saat Caid mengalami kecelakaan saat bersepeda gunung membuat Caid semakin yakin bahwa Robyn menyimpan keinginan yang sama. Serial TV yang sedang dalam masa tayang dan karir yang mulai menanjak menjanjikan skandal di setiap para tokoh tertangkap kamera, mulai dari Robyn yang keguguran tapi malah sang tunangan Josh Riley tidur dengan Caid, tersebarnya foto Caid berciuman dengan brondong tak bernama, sampai hilangnya Caid saat liburan dengan trailernya ditemukan bercak darah dan terbakar. Seluruh peristiwa semakin membuat hubungan tarik ulur Robyn dan Caid semakin membingungkan, namun jangan kuatir, novel ini punya akhir bahagia kok.
Mungkin memang daya tarik seksual dalam buku bertema seksual (lesbian itu soal seksualitas, kan?) tertentu kadang terlalu dilebih-lebihkan, namun mengingat latar belakang cerita adalah kehidupan artis maka hal semacam mapan dan glamor dan memiliki wajah (dan tubuh) sangat menarik tentu bukanlah hal aneh, sehingga memberi kesan bahwa cinta dan seks adalah satu walau perjalanan Caid dalam memperjuangkan cinta menjadi benang merah yang menyatukan ini buku dari awal hingga akhir.
Sebenarnya aku berharap banyak terhadap penulis ini, mendapatinya hanya memiliki satu novel membuatku berpikir bahwa penulis menyia-nyiakan bakatnya. Tapi setiap orang memiliki permasalahan sendiri, dan mungkin itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibagi pada orang lain. Suatu hari kuharap K. E. Lane dapat 'terbebas' dari 'lingkaran'nya dan menunjukkan pada dunia bahwa dia merupakan penulis yang punya potensi besar untuk menjadi besar.
Dari bacaan novel lesbianku sejauh ini, sulit menemukan tandingan buku ini, sehingga aku yang sebenarnya menyiapkan buku Lies We Tell Ourselves milik Robin Talley yang merupakan buku favoritku tahun 2016 dengan amat rela menunda menulis ulasan buku Robin dan memilih mengulas Robyn dalam buku And Playing the Role of Herself. Ini buku amat sangat kurekomendasikan betul.
Sabtu, 14 Januari 2017
Carol: Tidak Ada New York Hari Ini
I love making the idea of Carol and Tidak Ada New York Hari Ini mashed up come true.
Kamis, 05 Januari 2017
Langganan:
Komentar (Atom)

