Just four hours ago, seorang teman meninggal dunia.
Beberapa minggu lalu, bapaknya Jacque meninggal dunia.
Tak ingin menjadikan bulan ini satu ingatan kesedihan, tapi berita yang sampai bulan ini begitu menghancurkan hati.
the barking wolf
not a lone wolf
Sabtu, 18 Maret 2017
Senin, 06 Maret 2017
The Night Before I Go
Hujan bertebaran di atas payung kami malam itu sebelum kami tiba di hunian.
"Menurutku semua itu tergantung dari di mana fase kita hidup. Saat masih sekolah, mengorbankan cinta sah-sah saja. Atau untuk keluarga," ujarnya dengan logika yang membuatku menelan ludah sendiri.
Jauh di dasar hatiku, diksi yang dia pilih membuatku terluka.
Keluarga? Siapakah baginya keluarga itu?
Setahun menantinya. Tujuh tahun bersama. Hanya kepalaku semakin menunduk menyembunyikan airmata.
Sia-sia mengharapkannya mengerti. Napasku kian pendek sebab dalam ruangan dengannya dia sediakan sedikit nitrogen, karena dia percaya manusia seperti aku hanya menghirup oksigen. Sikap cinta itu membuat paruku digerogoti penyakit. Kesadaranku menurun hingga aku tak sanggup menggerakkan bibir untuk membalas ucapan cintanya. Namun dia begitu kuinginkan hingga apapun akan kutempuhi.
Apakah aku akan senantiasa menjawab kritisi ini seorang diri? Sebab kuajukan berkali-kali dan dia hanya tertawa, seolah berapa lamapun aku bersamanya aku takkan pernah menjadi bagian yang dia sebut sebagai keluarga. Apakah diam dapat memanjangkan umur kebersamaan kami? Mengapa aku merasa seolah aku hanya satu benang merah yang dapat dia tanggalkan sewaktu-waktu?
Sewaktu-waktu dia harus memilih antara cinta atau keluarga.
Sewaktu-waktu seperti keesokan hari, saat aku dipindahtugaskan di luar kota kami sekarang bersamaan dengan sekelompok kolega.
"Kita masih muda. Kita masih punya waktu bersama lagi," pungkas pesannya yang kubaca di atas kereta. Logika yang membuatku mengecap getir airmata. Seolah dia bisa memahami seluruh keping hidup dan hatiku hanya dengan tujuh tahun bersama tanpa mengerti diriku dengan baik.
Seolah paru seluruh manusia berhenti bekerja di atas usia lima puluh...
"Menurutku semua itu tergantung dari di mana fase kita hidup. Saat masih sekolah, mengorbankan cinta sah-sah saja. Atau untuk keluarga," ujarnya dengan logika yang membuatku menelan ludah sendiri.
Jauh di dasar hatiku, diksi yang dia pilih membuatku terluka.
Keluarga? Siapakah baginya keluarga itu?
Setahun menantinya. Tujuh tahun bersama. Hanya kepalaku semakin menunduk menyembunyikan airmata.
You must go and I must let go
Sia-sia mengharapkannya mengerti. Napasku kian pendek sebab dalam ruangan dengannya dia sediakan sedikit nitrogen, karena dia percaya manusia seperti aku hanya menghirup oksigen. Sikap cinta itu membuat paruku digerogoti penyakit. Kesadaranku menurun hingga aku tak sanggup menggerakkan bibir untuk membalas ucapan cintanya. Namun dia begitu kuinginkan hingga apapun akan kutempuhi.
Apakah aku akan senantiasa menjawab kritisi ini seorang diri? Sebab kuajukan berkali-kali dan dia hanya tertawa, seolah berapa lamapun aku bersamanya aku takkan pernah menjadi bagian yang dia sebut sebagai keluarga. Apakah diam dapat memanjangkan umur kebersamaan kami? Mengapa aku merasa seolah aku hanya satu benang merah yang dapat dia tanggalkan sewaktu-waktu?
Sewaktu-waktu dia harus memilih antara cinta atau keluarga.
Sewaktu-waktu seperti keesokan hari, saat aku dipindahtugaskan di luar kota kami sekarang bersamaan dengan sekelompok kolega.
"Kita masih muda. Kita masih punya waktu bersama lagi," pungkas pesannya yang kubaca di atas kereta. Logika yang membuatku mengecap getir airmata. Seolah dia bisa memahami seluruh keping hidup dan hatiku hanya dengan tujuh tahun bersama tanpa mengerti diriku dengan baik.
Seolah paru seluruh manusia berhenti bekerja di atas usia lima puluh...
Rabu, 01 Maret 2017
Cinta yang Mustahil Kau Sesap Kembali
When life resigns from today
Will you hide from all time
Will you hide from the truth
That you said would be real*
Jauh dalam hati kita pasti tersisa satu atau beberapa penyesalan yang walaupun kita diberi hadiah untuk mengulang saat itu kembali, kita hanya akan melakukan hal yang sama.
Dan bukan karena keputusan kita bulat. Ataupun karena itu yang terbaik.
If hush, you will hear
What I go through at night
You can toss, you can turn
You can try to escape*
Kadang kita membuat satu keputusan yang kita sesali, karena kita tak sanggup mendengar pendapat atau menghadapi sikap orang yang kita putuskan. Dan kita mengambil keputusan berdasarkan rasa takut, rasa was-was dan antisipasi terhadap hal yang belum terjadi, supaya itu tak pernah terjadi, padahal bisa jadi semua yang akan terjadi itu adalah hal yang berbeda sama sekali dari apa yang kita pikirkan.
I feel it, wakefulness in my skull
Trembling
When I hear your name
I grow small
I grow sad*
Kita menyesali tak membiarkan orang tersebut tumbuh menghadapi diri kita, kita pasung pendapat dan sikapnya dengan dinding ketakutan kita sendiri dan menganggap ia takkan mampu mengintip yang ada di luar.
Sudahkah kita membersihkan diri dari penyesalan yang demikian di masa lalu?
If I wish, close my eyes
I will ask for you back
But you left in the night
All alone
Without you*
Toh kita bisa berpaling, bisa membuang muka, bisa bersikap tak kenal, tapi itu tak membuat semua itu nyata (bahwa kita dan ia hanyalah orang asing). Sejujurnya untuk lima milyar orang di dunia mungkin ia cuma orang lain, tapi untuk kita ia adalah hantu. Yang menghuni sudut gelap relung hati.
Kadang masa lalu memang lebih baik tak dibicarakan. Atau kita memilih satu-dua cerita di masa lalu untuk kita simpan sendiri. Atau kita pelintir. Atau tak sengaja kita pelintir karena kita tak sepenuhnya tahu apa yang akan dilakukan oleh si ia. Kita hanya bisa menilai pendapat dan sikapnya dalam ranah possible dan probable, namun satu penilain yang pasti adalah bahwa kita hanyalah seorang pengecut.
Even if you shall lie
I will tell you the truth
You can see all the hurt
If you stare in my eyes
I feel it, restlessness in my arms
Sleeplessness in my legs
Trembling
When I hear your voice
I grow small
I grow sad*
*Old by t.A.T.u
Will you hide from all time
Will you hide from the truth
That you said would be real*
Jauh dalam hati kita pasti tersisa satu atau beberapa penyesalan yang walaupun kita diberi hadiah untuk mengulang saat itu kembali, kita hanya akan melakukan hal yang sama.
Dan bukan karena keputusan kita bulat. Ataupun karena itu yang terbaik.
If hush, you will hear
What I go through at night
You can toss, you can turn
You can try to escape*
Kadang kita membuat satu keputusan yang kita sesali, karena kita tak sanggup mendengar pendapat atau menghadapi sikap orang yang kita putuskan. Dan kita mengambil keputusan berdasarkan rasa takut, rasa was-was dan antisipasi terhadap hal yang belum terjadi, supaya itu tak pernah terjadi, padahal bisa jadi semua yang akan terjadi itu adalah hal yang berbeda sama sekali dari apa yang kita pikirkan.
I feel it, wakefulness in my skull
Trembling
When I hear your name
I grow small
I grow sad*
Kita menyesali tak membiarkan orang tersebut tumbuh menghadapi diri kita, kita pasung pendapat dan sikapnya dengan dinding ketakutan kita sendiri dan menganggap ia takkan mampu mengintip yang ada di luar.
Sudahkah kita membersihkan diri dari penyesalan yang demikian di masa lalu?
If I wish, close my eyes
I will ask for you back
But you left in the night
All alone
Without you*
Toh kita bisa berpaling, bisa membuang muka, bisa bersikap tak kenal, tapi itu tak membuat semua itu nyata (bahwa kita dan ia hanyalah orang asing). Sejujurnya untuk lima milyar orang di dunia mungkin ia cuma orang lain, tapi untuk kita ia adalah hantu. Yang menghuni sudut gelap relung hati.
Kadang masa lalu memang lebih baik tak dibicarakan. Atau kita memilih satu-dua cerita di masa lalu untuk kita simpan sendiri. Atau kita pelintir. Atau tak sengaja kita pelintir karena kita tak sepenuhnya tahu apa yang akan dilakukan oleh si ia. Kita hanya bisa menilai pendapat dan sikapnya dalam ranah possible dan probable, namun satu penilain yang pasti adalah bahwa kita hanyalah seorang pengecut.
Even if you shall lie
I will tell you the truth
You can see all the hurt
If you stare in my eyes
I feel it, restlessness in my arms
Sleeplessness in my legs
Trembling
When I hear your voice
I grow small
I grow sad*
*Old by t.A.T.u
Langganan:
Komentar (Atom)

