Entah kenapa, lagu ini bikin aku mellow banget.
"Sworo angin seng ngeridu ati (suara angin yang menggoda hati)
Ngelingake sliramu seng tak tresnani (mengingatkan kepadamu yang kucintai)
Pengen nangis ngetokne luh nang pipi (ingin menangis, hingga airmata di pipi)
Suwe ra eruh senadyan mung ono mimpi (lama tak tahu (kabar) meskipun hanya dalam mimpi)"
Di pernikahan adik kelas tadi malam, lagu ini dinyanyikan setibaku di acara. Setelah bersalaman dengan pengantin dan keluarganya, aku segera menghampiri makanan, maklum belum makan dari pagi padahal pagi tadi sempat parade angkatan.
"Ngalemo, ngalem neng dodoku (bermanjalah, bermanja di dadaku)
Tambanono roso kangen neng atiku (obatilah rasa kangen di hatiku)
Ngalemo, ngalem neng aku (bermanjalah, bermanja padaku)
Ben ra adem kesirem udane dalu (biar aku tidak dingin terguyur hujan malam hari)"
Entah kenapa lagu ini masih bikin aku mellow, di antara sekian banyak orang, di antara begitu banyak kebahagiaan. Dan bukan karena bertemu dengan adik kelas dan pasangannya, atau dengan anaknya, ada rasa antah berantah yang bikin aku merasa asing dengan pendar-pendar rasa di sekitarku.
"Banyu langit seng ono ndhuwur kayangan
Watu gedhe kalingan mendunge udan
Telesono atine wong seng kasmaran
Setio janji seprene tansah kelingan"
Pagi ini, semakin membuat hatiku biru. Aku masih ingat ketika temanku, yang bernama sama dengan teman yang membuat hatiku berdebu pagi ini, menyatakan perasaannya padaku beberapa tahun lalu. Yang kulakukan saat itu hanya menangis. Kami tidak berpelukan saat itu, cuma diam seribu bahasa.
"Ademe gunung Merapi purbo (gunung Merapi purba pun menjadi dingin)
Melu krungu swaramu ngomongke opo (saat ikut mendengar kamu bilang apa)
Ademe gunung Merapi purbo
Seng neng langgran Wonosari Jogjakarta"
Lalu beberapa tahun kemudian terjadi masalah antara aku dan teman sekamarku, saat pacarnya dengan menahan tangis memintaku pergi dengan serba salah. Minggu itu juga aku pergi dari kehidupan mereka berdua. Tentu saja teman sekamarku awalnya ingin bertemu dan menjelaskan ini-itu, tapi aku tidak ingin memuaskannya. Teman sekamarku berakhir sangat membenciku dan tak mau tahu tentang aku. Kadang kudengar dia menumpahkan kegetirannya tentangku kepada orang lain.
Kupikir, setelah semua kejadian itu, termasuk kejadian mantanku, aku akan baik-baik saja ditinggalkan siapapun...
Memang benar, aku pasti bisa melewati semua ini...ditinggalkan, meninggalkan, tapi aku juga manusia, punya perasaan. Punya definisi sebagai makhluk sosial. Mungkin lagu ini bisa secara gamblang mencurahkan betapa patahnya orang yang rindu, yang ditinggalkan begitu saja jadi rasanya ngena banget.
Kalau sudah seperti ini aku jadi rindu si Jacqui...tapi dia sibuk menyelesaikan proposal penelitiannya. Dia maju ujian hari ini, jadi aku nggak mau membebaninya. Aku cuma baca smsnya hampir sepuluh tahun lalu, sebelum dia pamit ke kota besar: "inbox-ku sudah ratusan. akhirnya banyak yang kuhapus. terutama sms-sms myrn yang lama gak pingin kuhapus-hapus. tapi sekarang dia sudah masa lalu, jadi dihapus saja. terus baca sms-smsmu. if only you know, you used to be so different. you used to be so...happy. then i feel, i dont know, i just wanna see you..happy again. wonder when and how it happen. but im sure it will."
Tapi ternyata itu malah bikin aku tambah mewek...
the barking wolf
not a lone wolf
Minggu, 11 November 2018
Senin, 20 Agustus 2018
The Wrong Time
I like to think that we met at the wrong time.
It was April, you wore a white shirt that smelled like lily as you listened to the story of my past love. You just laughed and told me your opinions and all I could think about was how you read me like an open book.
But that one night when we were a little too close, and we sat in silence on the stairs outside your house. Your eyes sadly asked me to stop wasting my time, that you were contented and accepted the slow detour you made for your family. And I looked at my own hands holding onto nothing a little too tight.
Sometimes puzzle pieces get so frayed with time that when they are finally next to each other, they don't fit.
I know because even if love can overcome anything, it can't undo the past.
It was April, you wore a white shirt that smelled like lily as you listened to the story of my past love. You just laughed and told me your opinions and all I could think about was how you read me like an open book.
But that one night when we were a little too close, and we sat in silence on the stairs outside your house. Your eyes sadly asked me to stop wasting my time, that you were contented and accepted the slow detour you made for your family. And I looked at my own hands holding onto nothing a little too tight.
Sometimes puzzle pieces get so frayed with time that when they are finally next to each other, they don't fit.
I know because even if love can overcome anything, it can't undo the past.
Minggu, 20 Mei 2018
Ulasan Film Disobedience (2017): People at Their Peak of Maturity
Boleh jadi film ini tak sefenomenal Carol, dan tak sepanas Blue Is the Warmest Color. Tapi perkara bagaimana konflik tumbuh dan bagaimana tokoh-tokohnya berkembang, film ini bisa dibandingkan dengan kedua film sebelumnya.
Ronit dan Esti
Film keluaran tahun 2017 ini dibesut oleh Sebastian Lelio yang tahun 2018 menggondol Oscar untuk kategori Best Foreign Language Film berkat film bertema LGBT A Fantastic Woman. Sebastian juga menulis screenplay Disobedience bersama Rebecca Lenkiewicz yang ikut menggondol Oscar tahun 2015 kategori Best Foreign Language Film berkat Ida.
Rachel Weisz, Rachel McAdams, dan Alessandro Nivola menjadi tiga tokoh sentral dalam film ini, berturut-turut sebagai Ronit Krushka, Esti Kuperman, dan Dovid Kuperman. Di Indonesia Rachel Weisz dikenal sebagai protagonis dalam The Mummy dan The Mummy Returns, sedangkan penggemar Doctor Strange akan akrab dengan teriakan “Christine…!” yang sang akrtris adalah Rachel McAdams.
Ronit, Esti, dan Dovid menyambut hari Sabat dengan menyalakan lilin.
Konflik dalam diri masing-masing tokoh dibangun dengan halus dan dapat diprediksi, namun bagaimana mereka menyelesaikan permasalahan dengan tetap berada dalam ikatan persahabatan yang kuat ini membuat akhir bahagia memiliki definisi baru.
Ronit Krushka diperankan oleh Rachel Weisz.
Esti punya karakter berkebalikan dengan Ronit, meski keduanya sama-sama mendambakan kebebasan. Esti merupakan old flame dari Ronit, yang kini sudah menjadi istri sepupu Ronit, Dovid. Esti digambarkan sebagai istri yang patuh, seorang guru, tipe penonton dari aksi-reaksi Ronit-Dovid, namun apabila dia menginginkan sesuatu dialah inisiator dari aksi tersebut.
Esti Kuperman diperankan oleh Rachel McAdams.
Dovid digadang-gadang sebagai pengganti dari Ayah Ronit untuk memimpin kelompok agama mereka. Meskipun sebenarnya tidak memiliki kepribadian yang hangat, Dovid digambarkan sebagai lelaki yang bertanggung jawab walau kadang punya watak superior yang mungkin disebabkan oleh beban di pundaknya. Dovid bersedia menampung Ronit dengan carut marutnya untuk sementara, dan menjadi sahabat yang aktif membantu Ronit walau dia sebenarnya tak tahu mengapa Ronit menyempatkan kembali pulang ke rumah saat Ayahnya meninggal.
Dovid Kuperman diperankan oleh Alessandro Nivola.
Dalam film, mereka tidak hanya dikatakan tumbuh bersama, namun juga digambarkan secara langsung dalam plot persahabatan yang indah. Orang-orang yang merasakan kepedihan namun tak mendendam.
Beautiful people at their peak of maturity.
Dialog pada Disobedience jangan dibayangkan semanis Carol. Sutradara cenderung mengeksplor karakter lewat visualisasi dalam 114 menit film, seperti halnya banyak film independen lain namun dengan maksud yang tidak sulit dicerna. Satu-satunya yang sulit dicerna barangkali adalah adegan seks meludahi mulut, sangat mengganggu untuk orang yang belajar kehigienisan dan yang mengganggu satu lagi yaitu desahan-desahan yang mirip film porno yang tidak cuma terjadi saat adegan seks.
Quotes favorit: "It's easier to leave, isn't it?"
Adegan favorit: saat mereka bertiga berpelukan.
Minggu, 11 Maret 2018
Shoujo Kakumei Utena: Adolescence of Utena
Salah satu film kartun Jepang paling aneh yang aku tonton saat remaja adalah Adolescence of Utena.
Aku selalu merasa film Asia itu aneh. Jalan ceritanya, horornya, filosofinya. Tapi beberapa film sangat mengasyikkan untuk dikelupas tentang apa. Atau dianalogikan dengan apa.
Barangkali karena genre Shoujo-Ai/Yuri aku jadi melirik anime ini, baik serialnya maupun film. Saat itu (sampai saat inipun ;p) aku masih lumayan bingung dengan ceritanya (maksud dari gambaran ini-itu dalam Adolescence of Utena).
Tapi yang membuat seri dan film ini membekas adalah temanya yang sangat queer. Terutama filmnya. Mengapa seperti itu? Harus nonton sendiri ;p tapi kalau ingin membaca ulasan ini yang kebanyakan adalah pendapatku yang super ngarang, bolehlah.
Kalau filosofi dari seri Shoujo Kakumei Utena adalah perjalanan seseorang (Himemiya Anthy) dalam mencari keutuhan jati diri di mana Anthy digambarkan sangat egois dan Utena sangat platonik, dalam Adolescence of Utena keduanya digambarkan sebagai keseimbangan yang lebih logis dalam pencarian jati diri Anthy.
Shoujo Kakumei Utena dalam Bahasa Inggris berarti Revolutionary Girl Utena. Bukankah berarti tokoh utamanya Utena? Menurutku tidak. Himemiya Anthy adalah tokoh utama dalam seri dan film ini. Utena datang sebagai 'kendaraan' Anthy menemukan dirinya sendiri. Utena yang merevolusi Anthy menjadi sosok baru terlepas dari seluruh tragedi yang entah sangkut pautnya apa bagi kedua tokoh utama ini (karena diubah seperti apapun masa lalu keduanya, tetap saja menghasilkan Utena dan Anthy yang sama. Seri dan filmnya seolah suatu alternative universe).
Adolescence of Utena dibuka dengan adegan Utena yang menjadi siswa baru yang diajak berkeliling sekolah barunya oleh Wakaba, murid lain yang kemungkinan ditunjuk untuk mendampingi Utena orientasi hari itu. Di tengah perkenalan, Utena melihat mantan kekasihnya, cowok cantik berambut panjang dan merah.
Nggak perlu pusing mikir makna banyak adegan fairy tale di tengah-tengah asiknya nonton film ini, pokoknya si Utena tiba-tiba aja dapat cincin yang artinya dia seorang petarung yang memperebutkan janda kembang (bukan istilah sebenarnya dalam film ini, aku cuma malas aja mengartikan dan mengira-ngira maksudnya, jadi kusebut saja janda kembang) alias Himemiya Anthy. Di hari pertamanya itu Utena sudah harus bertarung dengan Saikoji (atau Saionji? Pokoknya si cowok rambut panjang berwarna hijau, BTW ini guru BPnya pada ke mana ya kok siswanya gondrong-gondrong?) dan menang lalu mendapatkan si janda kembang.
Tentu si Utena heran, kenapa orang memperebutkan si Anthy (tidak usah pusing sama adegan nanya-nanyanya si Utena kok di ranjang kayak nggak ada tempat lain yang lebih logis), namun tak mendapat jawaban dari Anthy.
Esoknya, saat membersihkan kolam renang, si Anthy dan Utena sama-sama kena cipratan air. Si mantan Utena yang berambut panjang dan merah itu menghampiri Anthy dan menghapus air dari wajah Anthy dengan sapu tangannya, sedangkan si Utena dicuekin. Malamnya, Utena mengkonfrontasikan hal itu pada Anthy. Anthy menenangkan Utena dengan berdansa-dansa di taman langit (sumpah aneh abis, tapi keren sih).
Esoknya (entah jeda berapa hari atau berapa minggu, mungkin bulan, atau setengah tahun), Anthy dan Utena jadi partner kelas menggambar, di mana mereka harus menggambar inti satu sama lain. Saat mengerjakan tugas itulah Utena mengerti mengapa orang-orang memperebutkan Anthy (tapi aku masih enggak ngerti, maafkan aku yang enggak paham sama sekali tentang filsafat atau filosofi). Tokoh lain saat itu sedang digodok untuk membangun alasan menantang Utena di pertarungan kedua.
Utena yang sudah mengerti harga dari hadiah pertarungan, berusaha mati-matian mempertahankan kemenangannya di pertarungan melawan 'sang pangeran'. 'Sang pangeran' sendiri adalah julukan siswi senior yang merupakan ketua OSIS di sekolah Utena. Julukan itu dikarenakan ia mendapat kutukan dari perempuan (yang menghasutnya untuk bertarung dengan Utena) yang kehilangan nyawa lelaki yang dicintainya karena menolong 'sang pangeran' yang tenggelam.
Hematku, yang membuat Utena selalu dapat memenangkan pertarungan adalah alasan di balik keinginannya untuk bertarung. Sementara yang lain bertarung untuk mewujudkan mimpi mereka masing-masing, Utena bertarung untuk kebebasan Anthy. Pada seri TVnya, Utena berakhir ditikam sendiri oleh Anthy, hal ini dikarenakan Utena sudah mulai menjadi dominan bagi Anthy di mana dominan ini merupakan karakteristik maskulin yang bertolak belakang dengan femininitas Anthy (terus terang aku enggak paham penjelasan ini, tapi sudahlah mari kita telan mentah-mentah). Aku lebih suka untuk menganalogikan Adolescence of Utena setara dengan lagu Let It Go yang populer dalam film Frozen dan telah beberapa dekade lebih awal mengusung isu: melela.
Sejak awal jumpa Utena, gambarannya yang tinggi, gaya rambut cowok, warna pink, pilihan baju yang maskulin, pemberontak, tentu sudah membuat mataku enak ngelihat ini film (dibanding seriat TVnya yang berambut panjang). Bukan hanya kontras warna rambut dan panjangnya, Anthy digambarkan memiliki kulit coklat, tubuh mungil, rambut ungu dan panjang, serta kepribadian yang penurut dan menyenangkan (walau bagiku dia kayak cewek murah sih, maaf ya Anthy). Lalu gambaran laki-laki dalam film ini yang antara super cool, super hansamu dan super cantik nggak bisa kubedakan, tentu menggelitik gaydar-gaydar yang tumpul sekalipun.
Dengan analogi melela, Adolescence of Utena diawali dengan perkenalan dengan sesama perempuan, diikuti dengan kebingungan antara ketidaksinkronan perasaan di masa lalu (mencintai laki-laki) dan masa sekarang (mencintai perempuan) dan penolakan lingkungan, dan diakhiri dengan 'jalan baru yang antah-berantah' yang akan dilalui berdua. Adolescence of Utena mengajarkan kita untuk berani mendobrak batas-batas dalam diri sendiri dan enggan untuk hidup sebagai 'mayat hidup di dunia buatan orang lain'.
Menontonnya di usiaku sekarang tentu sudah terjadi perubahan dalam menerima film ini kembali. Tema 'us against the world' sudah terasa membosankan bagiku di dunia yang penuh persekusi lesbian (dan queer). Tapi saat membandingkannya dengan San Junipero (salah satu episode dalam Black Mirror) ternyata tingkat kepuasan positifku (yang diukur dari mood yang bagus banget setelah nonton suatu film/serial TV) tak mengalami perbedaan yang signifikan. Terlepas dari materi-materi sureal dan negeri dongeng yang bertebaran dalam film ini, menggondol Best Film Japanese Release di tahun 2000 untuk Adolescence of Utena memanglah bukan kemenangan yang salah.
Aku selalu merasa film Asia itu aneh. Jalan ceritanya, horornya, filosofinya. Tapi beberapa film sangat mengasyikkan untuk dikelupas tentang apa. Atau dianalogikan dengan apa.
Barangkali karena genre Shoujo-Ai/Yuri aku jadi melirik anime ini, baik serialnya maupun film. Saat itu (sampai saat inipun ;p) aku masih lumayan bingung dengan ceritanya (maksud dari gambaran ini-itu dalam Adolescence of Utena).
Tapi yang membuat seri dan film ini membekas adalah temanya yang sangat queer. Terutama filmnya. Mengapa seperti itu? Harus nonton sendiri ;p tapi kalau ingin membaca ulasan ini yang kebanyakan adalah pendapatku yang super ngarang, bolehlah.
Utena (rambut pink) dan Anthy.
Kalau filosofi dari seri Shoujo Kakumei Utena adalah perjalanan seseorang (Himemiya Anthy) dalam mencari keutuhan jati diri di mana Anthy digambarkan sangat egois dan Utena sangat platonik, dalam Adolescence of Utena keduanya digambarkan sebagai keseimbangan yang lebih logis dalam pencarian jati diri Anthy.
Shoujo Kakumei Utena dalam Bahasa Inggris berarti Revolutionary Girl Utena. Bukankah berarti tokoh utamanya Utena? Menurutku tidak. Himemiya Anthy adalah tokoh utama dalam seri dan film ini. Utena datang sebagai 'kendaraan' Anthy menemukan dirinya sendiri. Utena yang merevolusi Anthy menjadi sosok baru terlepas dari seluruh tragedi yang entah sangkut pautnya apa bagi kedua tokoh utama ini (karena diubah seperti apapun masa lalu keduanya, tetap saja menghasilkan Utena dan Anthy yang sama. Seri dan filmnya seolah suatu alternative universe).
Adolescence of Utena dibuka dengan adegan Utena yang menjadi siswa baru yang diajak berkeliling sekolah barunya oleh Wakaba, murid lain yang kemungkinan ditunjuk untuk mendampingi Utena orientasi hari itu. Di tengah perkenalan, Utena melihat mantan kekasihnya, cowok cantik berambut panjang dan merah.
Nggak perlu pusing mikir makna banyak adegan fairy tale di tengah-tengah asiknya nonton film ini, pokoknya si Utena tiba-tiba aja dapat cincin yang artinya dia seorang petarung yang memperebutkan janda kembang (bukan istilah sebenarnya dalam film ini, aku cuma malas aja mengartikan dan mengira-ngira maksudnya, jadi kusebut saja janda kembang) alias Himemiya Anthy. Di hari pertamanya itu Utena sudah harus bertarung dengan Saikoji (atau Saionji? Pokoknya si cowok rambut panjang berwarna hijau, BTW ini guru BPnya pada ke mana ya kok siswanya gondrong-gondrong?) dan menang lalu mendapatkan si janda kembang.
Tentu si Utena heran, kenapa orang memperebutkan si Anthy (tidak usah pusing sama adegan nanya-nanyanya si Utena kok di ranjang kayak nggak ada tempat lain yang lebih logis), namun tak mendapat jawaban dari Anthy.
Esoknya, saat membersihkan kolam renang, si Anthy dan Utena sama-sama kena cipratan air. Si mantan Utena yang berambut panjang dan merah itu menghampiri Anthy dan menghapus air dari wajah Anthy dengan sapu tangannya, sedangkan si Utena dicuekin. Malamnya, Utena mengkonfrontasikan hal itu pada Anthy. Anthy menenangkan Utena dengan berdansa-dansa di taman langit (sumpah aneh abis, tapi keren sih).
Esoknya (entah jeda berapa hari atau berapa minggu, mungkin bulan, atau setengah tahun), Anthy dan Utena jadi partner kelas menggambar, di mana mereka harus menggambar inti satu sama lain. Saat mengerjakan tugas itulah Utena mengerti mengapa orang-orang memperebutkan Anthy (tapi aku masih enggak ngerti, maafkan aku yang enggak paham sama sekali tentang filsafat atau filosofi). Tokoh lain saat itu sedang digodok untuk membangun alasan menantang Utena di pertarungan kedua.
Utena yang sudah mengerti harga dari hadiah pertarungan, berusaha mati-matian mempertahankan kemenangannya di pertarungan melawan 'sang pangeran'. 'Sang pangeran' sendiri adalah julukan siswi senior yang merupakan ketua OSIS di sekolah Utena. Julukan itu dikarenakan ia mendapat kutukan dari perempuan (yang menghasutnya untuk bertarung dengan Utena) yang kehilangan nyawa lelaki yang dicintainya karena menolong 'sang pangeran' yang tenggelam.
Hematku, yang membuat Utena selalu dapat memenangkan pertarungan adalah alasan di balik keinginannya untuk bertarung. Sementara yang lain bertarung untuk mewujudkan mimpi mereka masing-masing, Utena bertarung untuk kebebasan Anthy. Pada seri TVnya, Utena berakhir ditikam sendiri oleh Anthy, hal ini dikarenakan Utena sudah mulai menjadi dominan bagi Anthy di mana dominan ini merupakan karakteristik maskulin yang bertolak belakang dengan femininitas Anthy (terus terang aku enggak paham penjelasan ini, tapi sudahlah mari kita telan mentah-mentah). Aku lebih suka untuk menganalogikan Adolescence of Utena setara dengan lagu Let It Go yang populer dalam film Frozen dan telah beberapa dekade lebih awal mengusung isu: melela.
Sejak awal jumpa Utena, gambarannya yang tinggi, gaya rambut cowok, warna pink, pilihan baju yang maskulin, pemberontak, tentu sudah membuat mataku enak ngelihat ini film (dibanding seriat TVnya yang berambut panjang). Bukan hanya kontras warna rambut dan panjangnya, Anthy digambarkan memiliki kulit coklat, tubuh mungil, rambut ungu dan panjang, serta kepribadian yang penurut dan menyenangkan (walau bagiku dia kayak cewek murah sih, maaf ya Anthy). Lalu gambaran laki-laki dalam film ini yang antara super cool, super hansamu dan super cantik nggak bisa kubedakan, tentu menggelitik gaydar-gaydar yang tumpul sekalipun.
Dengan analogi melela, Adolescence of Utena diawali dengan perkenalan dengan sesama perempuan, diikuti dengan kebingungan antara ketidaksinkronan perasaan di masa lalu (mencintai laki-laki) dan masa sekarang (mencintai perempuan) dan penolakan lingkungan, dan diakhiri dengan 'jalan baru yang antah-berantah' yang akan dilalui berdua. Adolescence of Utena mengajarkan kita untuk berani mendobrak batas-batas dalam diri sendiri dan enggan untuk hidup sebagai 'mayat hidup di dunia buatan orang lain'.
Nggak bijak nonton film ini pas lagi kerja di kantor, saudari-saudari.
Menontonnya di usiaku sekarang tentu sudah terjadi perubahan dalam menerima film ini kembali. Tema 'us against the world' sudah terasa membosankan bagiku di dunia yang penuh persekusi lesbian (dan queer). Tapi saat membandingkannya dengan San Junipero (salah satu episode dalam Black Mirror) ternyata tingkat kepuasan positifku (yang diukur dari mood yang bagus banget setelah nonton suatu film/serial TV) tak mengalami perbedaan yang signifikan. Terlepas dari materi-materi sureal dan negeri dongeng yang bertebaran dalam film ini, menggondol Best Film Japanese Release di tahun 2000 untuk Adolescence of Utena memanglah bukan kemenangan yang salah.
Sabtu, 24 Februari 2018
Life Is Too Short, Live It While You Can
Darkness always has to go after bright people.
Beberapa hari lalu (3 hari lalu, mungkin), di antara banyaknya hal tidak menyenangkan yang kualami, satu berita menghancurkan hati membuatku menangis tidak jelas.
Ssambasoul berpulang, setelah beberapa saat berjuang melawan kanker usus yang dia derita. Fluttering Feeling tidak akan pernah tamat, kata sahabatku Jacque, Ssambasoul meninggal.
Fluttering Feeling adalah satu dari komik langka karena digarap dengan perasaan yang sangat halus oleh Ssambasoul. Di pertengahan komik ini, saat sedang tenar-tenarnya, sang pengarang harus menunda menyelesaikannya karena alasan kesehatan. Belakangan diketahui bahwa sang pengarang menderita kanker ganas. Melihat blognya, Ssambasoul terlihat depresi dan menolak beberapa pengobatan.
Dua orang temanku adalah penderita kanker (dengan letak yang sama dengan Ssambasoul). Satu berpulang dengan cepat, karena sama seperti Ssambasoul mengalami depresi dan terlambat menjalani kemoterapi (karena depresi tersebut), satunya menjalani terapi hipnotis untuk mengatasi depresinya dan menjalani terapi seperti yang disarankan. Yang terakhir sampai sekarang masih hidup, bersih dari kanker dan tempo hari kami bertemu saat ada tugas di Jakarta. Segar bugar.
Depression takes life.
Bukan hanya untuk orang sakit, namun juga untuk orang yang sehat. Semoga mereka yang meninggalkan orang lain di saat terburuk, saat depresi, suatu saat nanti diberikan pelajaran yang membuatnya memahami masa-masa itu. Supaya dia belajar menjadi toleran dan tahu bahwa sangat mudah meninggalkan semua yang porak poranda dibanding merawat dan memperbaiki hal tersebut.
Godspeed Ssambasoul, rest in peace dear gentle soul, gone but never forgotten
Beberapa hari lalu (3 hari lalu, mungkin), di antara banyaknya hal tidak menyenangkan yang kualami, satu berita menghancurkan hati membuatku menangis tidak jelas.
Fluttering Feeling oleh Ssambasoul.
Ssambasoul berpulang, setelah beberapa saat berjuang melawan kanker usus yang dia derita. Fluttering Feeling tidak akan pernah tamat, kata sahabatku Jacque, Ssambasoul meninggal.
Fluttering Feeling adalah satu dari komik langka karena digarap dengan perasaan yang sangat halus oleh Ssambasoul. Di pertengahan komik ini, saat sedang tenar-tenarnya, sang pengarang harus menunda menyelesaikannya karena alasan kesehatan. Belakangan diketahui bahwa sang pengarang menderita kanker ganas. Melihat blognya, Ssambasoul terlihat depresi dan menolak beberapa pengobatan.
Dua orang temanku adalah penderita kanker (dengan letak yang sama dengan Ssambasoul). Satu berpulang dengan cepat, karena sama seperti Ssambasoul mengalami depresi dan terlambat menjalani kemoterapi (karena depresi tersebut), satunya menjalani terapi hipnotis untuk mengatasi depresinya dan menjalani terapi seperti yang disarankan. Yang terakhir sampai sekarang masih hidup, bersih dari kanker dan tempo hari kami bertemu saat ada tugas di Jakarta. Segar bugar.
Depression takes life.
Bukan hanya untuk orang sakit, namun juga untuk orang yang sehat. Semoga mereka yang meninggalkan orang lain di saat terburuk, saat depresi, suatu saat nanti diberikan pelajaran yang membuatnya memahami masa-masa itu. Supaya dia belajar menjadi toleran dan tahu bahwa sangat mudah meninggalkan semua yang porak poranda dibanding merawat dan memperbaiki hal tersebut.
Godspeed Ssambasoul, rest in peace dear gentle soul, gone but never forgotten
Langganan:
Komentar (Atom)









