the barking wolf

the barking wolf
not a lone wolf

Minggu, 24 April 2016

Reuni untuk Ada Apa Dengan Cinta?

Aku ikut berbaris dengan wajah bosan. Lagi-lagi kena razia penertiban penggunaan sepatu siswa oleh OSIS yang aku yakin pengurusnya pun ada yang melanggar itu peraturan. Di hadapanku, dengan sepatu transparan model terbaru ia dengan ribut menunjuk-nunjuk ke sepatunya lalu menepuk dahi, bercerita dengan wajah memerah karena malu ke sahabatnya yang bukan pengurus OSIS bahwa itu satu-satunya sepatu yang ia miliki karena sepatu hitamnya rusak.

"Ini membuktikan kalau OSIS kita bersih, pengurusnya aja kena jaring," temannya menimpali dengan terkekeh.

Pandangan mataku sudah hampir gelap karena hipotensi. Ia, kembali dengan suaranya yang ribut, menanyakan apakah aku baik-baik saja. Pasti mukaku pucat. Kupaksakan sedikit senyum sambil membuat gerakan "tidak apa-apa" dengan tangan kananku. Sebelum situasi berubah jadi lebih dramatis, aku mengangkat satu tangan untuk meminta ijin keluar dari barisan dan mencari tempat duduk. Atau tempat berbaring.

Ruang kesehatan punya arah yang berkebalikan dengan ruang OSIS. Salah satu alasan kenapa aku senang melewatkan hari-hari kesehatanku turun adalah suaranya takkan menembus lapisan dinding dan ruang yang panjang. Hampir tiga tahun aku mengakrabi lengking yang timbul dari dalam mulutnya, kamar asrama kami bersebelahan, dua tahun kami satu kelas dan tahun ketiga ini cumalah tahun di mana aku harus membiasakan diri agar tak bertemu dengannya setiap hari.

Orang bilang cinta pertama adalah cinta yang paling membekas.

Sepuluh tahun lagi aku tak yakin akan mengingatnya seperti itu.

"Mungkin kumiliki seluruh cintamu?
Kusadari semua itu anganku..."*

Satu kompi genk asrama kami merajuk kepada Ibu Asrama untuk memberi ijin nonton bareng Ada Apa Dengan Cinta? Aku termasuk yang digandengnya untuk ikut.

"Kamu nanti nggak bakal bisa nonton lho, ngantri tiketnya bukan main. Ntar kalau nonton sendiri trus kamu pingsan pas ngantri nanti siapa yang bakal nolongin?"

Tanpa dirayu demikian pun aku pingin ikut. Bukan untuk melihat Dian Sastro. Apalagi Nicholas Saputra, seleraku lebih ke wajah pemain Alya dibanding dua bintang yang kerupawanannya menjadi buah bibir. Tapi aku tak berharap banyak kecuali aku ikut meramaikan keasyikan nonton bareng sama teman seasrama. Dalam hatiku ada perasaan yang terus kuingkari dan berusaha padamkan.

"Kuingin katakan hanyalah dirimu
Yang melukis warna mimpi hatiku..."*


Dian Sastro dan Nicholas Saputra dalam poster film AADC2

Empat belas tahun kemudian kujumpai diriku seperti Cinta dan Rangga, ke mana pun langkahku pergi, sejauh apapun hubungan cintaku dengan orang-orang baru, saat patah hati dan sendiri aku kembali mengenangnya. Mencintai dirinya yang ada dalam kenanganku.

Kusadari ini bukan karena aku masih mencintainya atau tak bisa ke lain hati. Kadang yang kita rindukan hanyalah kenangan.

"Ingin kumiliki dengan sepenuh hati
Walau kuharus setengah terluka mengharap cintamu
Ingin kusayangi tanpa terbagi lagi
Apakah mungkin menjalin kasih bila aku tak tahu bagaimana kau mencintai diriku?"*

Aku tersenyum sendiri, membaca puluhan komentar teman SMA di Facebook. Mereka ingin mengulang kembali masa nonton bareng empat belas tahun yang lalu dengan kehadiran Ada Apa Dengan Cinta 2? Aku tak yakin, walau dengan semangat yang menggebu dan rencana yang sepertinya matang, ia akan datang ke kota tempat SMA kami berada yang kini kutinggali dan ikut reuni kecil ini. Aku juga tak yakin tak bakal sibuk di hari H.

Seperti Cinta, selama empat belas tahun aku tak pernah pergi. Dan seperti Rangga, empat belas tahun ia tak pernah kembali.

Aku tak berharap ia kembali untukku. Biar saja perasaan ingin yang kumiliki menjadi perasaan ingin saja. Seperti saat ia ingin membalas perasaanku belasan tahun lalu: All I'm asking for is a chance to let me love you...

"Ingin kumiliki..."*

*Lagu yang dipopulerkan oleh Ruth Sahanaya: Ingin Kumiliki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar