the barking wolf

the barking wolf
not a lone wolf

Minggu, 18 Oktober 2020

Under Your Skin oleh Lee Winter, I'd Go Gay for Catherine Ayers

Buku Favoritku bulan Oktober ini adalah Under Your Skin yang ditulis Lee Winter. Tahun ini aku banyak sekali membaca buku fiksi lesbian, terima kasih pandemi. Di antara yang kubaca adalah Love's Portrait karya Anna Larner, Red Files (Lee Winter), Flashbang (Lee Winter), Poppy Jenkins oleh Clare Ashton, Breaking Character (Lee Winter), Finding Jessica Lambert oleh Clare Ashton, dan the Brutal Truth oleh Lee Winter. Itu belum termasuk buku-buku lama yang kuulang kembali dan baru-baru ini aku menemukan buku Tujuh Musim Setahun milik Clara Ng dan Janji Sepasang Kekasih dari Dinasti Ming (Ernest J.K. Wen).

Namun menulis resensi itu hal yang sama sekali berbeda dengan membaca buku, jadi aku belum bisa membahas buku tersebut satu persatu.

Under Your Skin merupakan buku sekuel dari Red Files dan Flashbang. Berkisah tentang persiapan pernikahan Catherine Ayers dan Lauren King, yang di sela-sela itu mereka masih harus bekerja karena urgensi waktu.

Catherine dan Lauren merupakan sepasang kekasih yang berprofesi sebagai wartawan politik di Washington DC. Bekerja pada biro yang berbeda tak menghalangi keduanya melakukan investigasi bersama untuk sebuah tulisan. Kali ini cerita mereka melibatkan emosi dan pemikiran dari tilik diri Catherine, bukan Lauren saja. Hal ini wajar mengingat buku ini lebih banyak terpusat pada Catherine walau tak meninggalkan peran Lauren dan persiapan pernikahan mereka.

Catherine bukan hanya dihadapkan oleh mantan kekasih yang menghancurkan karirnya dulu, tapi juga permasalahan keluarga serta harus keluar dari zona nyamannya. Hal terakhir tentu menjadi krisis bagi orang di dasawarsa ke-5, namun juga bisa menjadi bagian dari pengokoh hubungannya dengan Lauren.

Hematku, Under Your Skin ini tak seberat Red Files. Awal membaca buku Lee Winter tentang Catherine dan Lauren (Red Files) ini aku harus rutin membuka kamus karena luasnya kosa kata penulis sehingga aku yang biasanya kuat mengira-ngira maksud dari Bahasa Inggris yang tak kumengerti menjadi penasaran akan makna sebenarnya. Di Under Your Skin aku sudah terbiasa dengan luwesnya Lee dalam memilih kata, ini membuat buku ini sulit berhenti kubaca sebelum selesai satu buku penuh.

Misteri berkutat pada aplikasi (dan chip) perusahaan keluarga Catherine yang menyasar veteran dan orang yang lemah di mata politik. Catherine dan Lauren berusaha menyingkap selubung tujuan utama Ayah Catherine dan rekan kerjanya, dan menggagalkan pendataan medis yang nyata dapat mengancam perorangan secara identitas. Hal ini tentu kembali pada isu lama, yaitu profit dalam politik itu selalu tidak sehat. Tentu hak asasi bukan ranah yang ramah untuk politik apalagi profit, namun politik takkan menarik tanpa hak asasi sebagai pemanis bibir.

Gak bisa gak jatuh cinta lagi dan lagi sama Catherine Ayers yang intens. Aku terus mengulang lirik lagu yang dinyanyikan oleh Blue berjudul Breathe Easy terutama verse pertama:

Cruel to the eye I see the way (s)he makes you smile

Cruel to the eye watching him (her) hold what used to be mine

Why did I lie?

saat terakhir Lauren berkonfrontasi dengan Michelle Hastings. Lagu ini seperti diambil dari sudut pandangnya Stephanie (Hastings).

Under Your Skin lebih mudah dinikmati ketimbang Red Files. Walau penggemar slow burn romance, namun membaca buku ini seperti bertemu teman lama dan ingin mengetahui kabar bahagia mereka lebih lanjut.

Untuk penggemar misteri dan politik, buku ini menarik.

Favorite scenes: sesi bercinta Lauren dan Catherine saat bulan madu. Kalau aku ngirim proposal threesome kira-kira Catherine bakal insult aku sekejam apa ya?

Favorite quotes: "God, I want to go again, but I'm still a bit wiped. After all, I had two lovers keeping me on my toes yesterday. You and Ayers." Lucky bitch Lauren.


Jumat, 14 Februari 2020

Black Mirror: San Junipero

San Junipero adalah kota pesta.

Dengan logo seperti itu, siapa sangka episode ini bakal punya akhir bahagia bukan hanya dari segi akhir episode ini, tapi sekaligus memboyong dua piala Primetime Emmy tahun 2017.

https://www.behance.net/gallery/65352783/San-Junipero

Penggemar cewek tangguh pasti kenal Mackenzie Davis yang berperan sebagai Grace di Terminator Dark Fate. Di San Junipero, Davis pertama kali menarik hatiku (sebelum totally knock my kokoro out di Terminator) pada perannya sebagai Yorkie yang pemalu. Memang tipeku yang malu-malu tapi mau. Duet manis antara Mackenzie dan Gugu Mbatha-Raw yang juga sangat emosional di antara pesta dan 'jiwa hilang' di San Junipero sebagai Yorkie dan Kelly melahirkan pujian bagi akting keduanya.

Gugu Mbatha-Raw sebagai Kelly (rambut hitam) dan Mackenzie Davis sebagai Yorkie

Lagu-lagu yang adekuat tahun 80, 70-an, dan 2002 bertebaran. Di antaranya adalah Girlfriend in Coma, Ironic milik Alanis Morissette, hingga Heaven is A Place On Earth menambah bumbu menyenangkan bagi episode satu ini.

San Junipero bak buku Jodi Picoult versi ringan yang sangat menghibur. Perkembangan pengetahuan, apalagi medis, selalu diekor oleh etika dan agama. Kompleksitas Kelly dimonologkan tanpa ragu oleh Mbatha-Raw, sementara ketakjuban Yorkie pada dunia menyesap ke luar perlahan dengan pas melalui akting Davis. Seluruh hal dalam episode ini begitu brilian tanpa perlu kembang api yang carut marut.

https://www.thewrap.com/black-mirror-san-junipero-stars-mackenzie-davis-gugu-mbatha-raw-reunite-netflix-hq-photo/

Ditambah dengan editan yang rapi, tak salah jika San Junipero menjadi satu dari episode terbaik serial televisi Black Mirror.

Tak sabar aku menunggu Mackenzie Davis di perannya sebagai kekasih Kristen Steward yang sekarang sedang masa produksi, walaupun aku gak berpikir akting Steward bagus.

Dialog favorit:
Yorkie: "I guess you deflowered me."
Kelly: "I deflowered you?"

Senin, 13 Januari 2020

Roswell, New Mexico: Rokok, Facial Tic, dan Orang India

Sebenarnya aku masih belum pindah hati dari serial televisi jaman dinosaurus bernama Roswell. Gak bisa lepas mataku dari si Shiri Appleby, pemeran Liz Ortecho yakni sang protagonis utama. Roswell merupakan diari hidup Liz, diawali hari di mana dia seharusnya mati pada episode pertama di season pertama hingga season ke-tiga dimana dia menikahi Max Evans alien dari Planet Antar dan serial televisi terputus. Sampai saat ini aku masih mencari saos merica Tabasco yang kadang masih tersedia di Pizza Hut, semua karena seri ini. Saat season ke-empat Roswell tidak jadi dibuat, penggemar mengirim tutup saos ini untuk memprotes pembatalan, namun 20 tahun kemudian hanya muncul versi baru Roswell yaitu Roswell New Mexico.

Saos favorit Michael Guerin di Roswell

Seperti halnya penggemar yang gagal pindah hati, awalnya aku skeptis dengan Roswell New Mexico. Pemeran Liz pun tidak terlalu menarik hatiku, tapi aku hatiku agak berkhianat saat melihat Max Evans versi baru. Ya, aku suka banget sama Max Evans yang pendiam dan badannya keren seperti versi Roswell, tapi Max dalam Roswell New Mexico lebih terlihat punya banyak beban dan ini cocok dengan plot yang ditunjukkan seri baru ini. Cintanya pada Liz juga lebih desperate. Dan, oh my God, I really love the soundtracks...always successfully throw me back to the 90's. Selalu bikin aku mellow pake banget, pada jaman aku masih sekolah menengah di mana cinta itu membingungkan (ciyeee...).


I guess it's been a long way home

Try' na face the world alone
Nothing's easy I know
Running empty on hope*


Pada Roswell New Mexico, para alien lebih menyukai aseton. Iya, cairan penghapus kuteks untuk kukumu itu. Di seri baru ini, Michael Guerin biseksual dan mempunyai hubungan cinta dengan Alex Manes. Alex Manes adalah satu dari trio Liz-Maria-Alex di seri terdahulu. Memasukkan karakter LGBTQ pada serial ini merupakan satu dari beberapa penyesuaian Roswell New Mexico di era modern.


Sometimes you gotta find yourself

Find yourself in someone else
And take the weight off your load
Makes it easier to cope*


Selain soundtracks yang menyenangkan kuping, aku menyukai pendalaman tiap karakter Roswell New Mexico. Namun untuk selera wajah, aku lebih suka Michael Guerin versi Brendan Fehr yang lebih keliatan bad boy dan seksi abis adegan cumbu-cumbu dengan si Maria. Maria versi baru walau cantik tapi kurang masa bodoh, sepertinya seluruh tokoh di Roswell New Mexico terlalu sibuk take care of each other yang mungkin itu untuk menutupi antagonis pada season pertama.

Oh it ain't about the looking back

All the years are gonna make you sad
Cause the futures in the hand that you hold
Take a breath and let it all slow down

Only look and turn your head around
Cause the future's in the hand that you hold*
Nah, ngomong-ngomong soal antagonis season pertama ini, aku gatal sekali ingin menyorot tren yang enggak ngetren tapi membuatku garuk-garuk. Kalau X-Files (dan film/seri lain di masa-masa dinosaurus) berhasil membuat tren "kalau ingin memperlihatkan orang jahat, cukup perlihatkan adegan dia merokok", maka tren orang Indonesia lebih ke kedutan wajah untuk menunjukkan itulah si antagonis (Jelangkung 2, Perempuan Tanah Jahanam), dan tren film luar negeri saat ini adalah orang India (Venom, Baywatch, Roswell New Mexico) yang jahat.

*Lagu yang dibawakan oleh Dan Owen, Hand That You Hold